Selasa, 30 April 2013

Kisah Sabar Yang Paling Mengagumkan

Prof. Dr. Khalid al-Jubair penasehat spesialis bedah jantung dan urat nadi di rumah sakit al-Malik Khalid di Riyadh mengisahkan sebuah kisah pada sebuah seminar dengan tajuk Asbab Mansiah (Sebab-Sebab Yang Terlupakan). Mari sejenak kita merenung bersama, karena dalam kisah tersebut ada nasihat dan pelajaran yang sangat berharga bagi kita.
Sang dokter berkata:
Pada suatu hari -hari Selasa- aku melakukan operasi pada seorang anak berusia 2,5 tahun. Pada hari Rabu, anak tersebut berada di ruang ICU dalam keadaan segar dan sehat.
Pada hari Kamis pukul 11:15 -aku tidak melupakan waktu ini karena pentingnya kejadian tersebut- tiba-tiba salah seorang perawat mengabariku bahwa jantung dan pernafasan anak tersebut berhenti bekerja. Maka akupun pergi dengan cepat kepada anak tersebut, kemudian aku lakukan proses kejut jantung yang berlangsung selama 45 menit. Selama itu jantungnya tidak berfungsi, namun setelah itu Allah Subhanaahu wa Ta’ala menentukan agar jantungnya kembali berfungsi. Kamipun memuji Allah Subhanaahu wa Ta’ala .
Kemudian aku pergi untuk mengabarkan keadaannya kepada keluarganya, sebagaimana anda ketahui betapa sulit mengabarkan keadaan kepada keluarganya jika ternyata keadaannya buruk. Ini adalah hal tersulit yang harus dihadapi oleh seorang dokter. Akan tetapi ini adalah sebuah keharusan. Akupun bertanya tentang ayah si anak, tapi aku tidak mendapatinya. Aku hanya mendapati ibunya, lalu aku katakan kepadanya: “Penyebab berhentinya jantung putramu dari fungsinya adalah akibat pendarahan yang ada pada pangkal tenggorokan dan kami tidak mengetahui penyebabnya. Aku kira otaknya telah mati.”
Coba tebak, kira-kira apa jawaban ibu tersebut?
Apakah dia berteriak? Apakah dia histeris? Apakah dia berkata: “Engkaulah penyebabnya!”
Dia tidak berbicara apapun dari semua itu bahkan dia berkata: “Alhamdulillah.” Kemudian dia meninggalkanku dan pergi.
Sepuluh hari berlalu, mulailah sang anak bergerak-gerak. Kamipun memuji Allah Subhanaahu wa Ta’ala serta menyampaikan kabar gembira sebuah kebaikan yaitu bahwa keadaan otaknya telah berfungsi.
Pada hari ke-12, jantungnya kembali berhenti bekerja disebabkan oleh pendarahan tersebut. Kami pun melakukan proses kejut jantung selama 45 menit, dan jantungnya tidak bergerak. Maka akupun mengatakan kepada ibunya: “Kali ini menurutku tidak ada harapan lagi.” Maka dia berkata: “Alhamdulillah, ya Allah jika dalam kesembuhannya ada kebaikan, maka sembuhkanlah dia wahai Rabbi.”
Maka dengan memuji Allah, jantungnya kembali berfungsi, akan tetapi setelah itu jantung kembali berhenti sampai 6 kali hingga dengan ketentuan Allah Subhanaahu wa Ta’ala spesialis THT berhasil menghentikan pendarahan tersebut, dan jantungnya kembali berfungsi.
Berlalulah sekarang 3,5 bulan, dan anak tersebut dalam keadaan koma, tidak bergerak. Kemudian setiap kali dia mulai bergerak dia terkena semacam pembengkakan bernanah aneh yang besar di kepalanya, yang aku belum pernah melihat semisalnya. Maka kami katakan kepada sang ibu bahwa putra anda akan meninggal. Jika dia bisa selamat dari kegagalan jantung yang berulang-ulang, maka dia tidak akan bisa selamat dengan adanya semacam pembengkakan di kepalanya. Maka sang ibu berkata: “Alhamdilillah.” Kemudian meninggalkanku dan pergi. Setelah itu, kami melakukan usaha untuk merubah keadaan segera dengan melakukan operasi otak dan urat syaraf serta berusaha untuk menyembuhkan sang anak. Tiga minggu kemudian, dengan karunia Allah Subhanaahu wa Ta’ala , dia tersembuhkan dari pembengkakan tersebut, akan tetapi dia belum bergerak.
Dua minggu kemudian, darahnya terkena racun aneh yang menjadikan suhunya 41,2oC. maka kukatakan kepada sang ibu: “Sesungguhnya otak putra ibu berada dalam bahaya besar, saya kira tidak ada harapan sembuh.” Maka dia berkata dengan penuh kesabaran dan keyakinan: “Alhamdulillah, ya Allah, jika pada kesembuhannya terdapat kebaikan, maka sembuhkanlah dia.”
Setelah aku kabarkan kepada ibu anak tersebut tentang keadaan putranya yang terbaring di atas ranjang nomor 5, aku pergi ke pasien lain yang terbaring di ranjang nomor 6 untuk menganalisanya. Tiba-tiba ibu pasien nomor 6 tersebut menagis histeris seraya berkata: “Wahai dokter, kemari, wahai dokter suhu badannya 37,6o, dia akan mati, dia akan mati.” Maka kukatakan kepadanya dengan penuh heran: “Lihatlah ibu anak yang terbaring di ranjang no 5, suhu badannya 41o lebih sementara dia bersabar dan memuji Allah.” Maka berkatalah ibu pasien no. 6 tentang ibu tersebut: “Wanita itu tidak waras dan tidak sadar.”
Maka aku mengingat sebuah hadits Rasulullah Sholallohu ‘alaihi wa sallam yang indah lagi agung:
(طُوْبَى لِلْغُرَبَاِء) “Beruntunglah orang-orang yang asing.” Sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, akan tetapi keduanya menggoncangkan ummat. Selama 23 tahun bekerja di rumah sakit aku belum pernah melihat dalam hidupku orang sabar seperti ibu ini kecuali dua orang saja.
Selang beberapa waktu setelah itu ia mengalami gagal ginjal, maka kami katakan kepada sang ibu: “Tidak ada harapan kali ini, dia tidak akan selamat.” Maka dia menjawab dengan sabar dan bertawakkal kepada Allah: “Alhamdulillah.” Seraya meninggalkanku seperti biasa dan pergi.
Sekarang kami memasuki minggu terakhir dari bulan keempat, dan anak tersebut telah tersembuhkan dari keracunan. Kemudian saat memasuki pada bulan kelima, dia terserang penyakit aneh yang aku belum pernah melihatnya selama hidupku, radang ganas pada selaput pembungkus jantung di sekitar dada yang mencakup tulang-tulang dada dan seluruh daerah di sekitarnya. Dimana keadaan ini memaksaku untuk membuka dadanya dan terpaksa menjadikan jantungnya dalam keadaan terbuka. Sekiranya kami mengganti alat bantu, anda akan melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda..
Saat kondisi anak tersebut sampai pada tingkatan ini aku berkata kepada sang ibu: “Sudah, yang ini tidak mungkin disembuhkan lagi, aku tidak berharap. Keadaannya semakin gawat.” Diapun berkata: “Alhamdulillah.” Sebagaimana kebiasaannya, tanpa berkata apapun selainnya.
Kemudian berlalulah 6,5 bulan, anak tersebut keluar dari ruang operasi dalam keadaan tidak berbicara, melihat, mendengar, bergerak dan tertawa. Sementara dadanya dalam keadaan terbuka yang memungkinkan bagi anda untuk melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda, dan ibunyalah yang membantu mengganti alat-alat bantu di jantung putranya dengan penuh sabar dan berharap pahala.
Apakah anda tahu apa yang terjadi setelah itu?
Sebelum kukabarkan kepada anda, apakah yang anda kira dari keselamatan anak tersebut yang telah melalui segala macam ujian berat, hal gawat, rasa sakit dan beberapa penyakit yang aneh dan kompleks? Menurut anda kira-kira apa yang akan dilakukan oleh sang ibu yang sabar terhadap sang putra di hadapannya yang berada di ambang kubur itu? Kondisi yang dia tidak punya kuasa apa-apa kecuali hanya berdo’a, dan merendahkan diri kepada Allah Subhanaahu wa Ta’ala ?
Tahukah anda apa yang terjadi terhadap anak yang mungkin bagi anda untuk melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda 2,5 bulan kemudian?
Anak tersebut telah sembuh sempurna dengan rahmat Allah Subhanaahu wa Ta’ala sebagai balasan bagi sang ibu yang shalihah tersebut. Sekarang anak tersebut telah berlari dan dapat menyalip ibunya dengan kedua kakinya, seakan-akan tidak ada sesuatupun yang pernah menimpanya. Dia telah kembali seperti sedia kala, dalam keadaan sembuh dan sehat.
Kisah ini tidaklah berhenti sampai di sini, Apa Yang Membuatku Menangis Bukanlah Ini, Yang Membuatku Menangis Adalah Apa Yang Terjadi Kemudian:
Satu setengah tahun setelah anak tersebut keluar dari rumah sakit, salah seorang kawan di bagian operasi mengabarkan kepadaku bahwa ada seorang laki-laki berserta istri bersama dua orang anak ingin melihat anda. Maka kukatakan kepadanya: “Siapakah mereka?” Dia menjawab, “tidak mengenal mereka.”
Akupun pergi untuk melihat mereka, ternyata mereka adalah ayah dan ibu dari anak yang dulu kami operasi. Umurnya sekarang 5 tahun seperti bunga dalam keadaan sehat, seakan-akan tidak pernah terkena apapun, dan juga bersama mereka seorang bayi berumur 4 bulan.
Aku menyambut mereka, dan bertanya kepada sang ayah dengan canda tentang bayi baru yang digendong oleh ibunya, apakah dia anak yang ke-13 atau 14? Diapun melihat kepadaku dengan senyuman aneh, kemudian dia berkata: “Ini adalah anak yang kedua, sedang anak pertama adalah anak yang dulu anda operasi, dia adalah anak pertama yang datang kepada kami setelah 17 tahun mandul. Setelah kami diberi rizki dengannya, dia tertimpa penyakit seperti yang telah anda ketahui sendiri.”
Aku tidak mampu menguasai jiwaku, kedua mataku penuh dengan air mata. Tanpa sadar aku menyeret laki-laki tersebut dengan tangannya kemudian aku masukkan ke dalam ruanganku dan bertanya tentang istrinya. Kukatakan kepadanya: “Siapakah istrimu yang mampu bersabar dengan penuh kesabaran atas putranya yang baru datang setelah 17 tahun mandul? Haruslah hatinya bukan hati yang gersang, bahkan hati yang subur dengan keimanan terhadap Allah Subhanaahu wa Ta’ala .”
Tahukah anda apa yang dia katakan?
Diamlah bersamaku wahai saudara-saudariku, terutama kepada anda wahai saudari-saudari yang mulia, cukuplah anda bisa berbangga pada zaman ini ada seorang wanita muslimah yang seperti dia.
Sang suami berkata: “Aku menikahi wanita tersebut 19 tahun yang lalu, sejak masa itu dia tidak pernah meninggalkan shalat malam kecuali dengan udzur syar’i. Aku tidak pernah menyaksikannya berghibah (menggunjing), namimah (adu domba), tidak juga dusta. Jika aku keluar dari rumah atau aku pulang ke rumah, dia membukakan pintu untukku, mendo’akanku, menyambutku, serta melakukan tugas-tugasnya dengan segenap kecintaan, tanggung jawab, akhlak dan kasih sayang.”
Sang suami menyempurnakan ceritanya dengan berkata: “Wahai dokter, dengan segenap akhlak dan kasih sayang yang dia berikan kepadaku, aku tidak mampu untuk membuka satu mataku terhadapnya karena malu.” Maka kukatakan kepadanya: “Wanita seperti dia berhak mendapatkan perlakuan darimu seperti itu.” Kisah selesai.
Kukatakan:
Saudara-saudariku, kadang anda terheran-heran dengan kisah tersebut, yaitu terheran-heran terhadap kesabaran wanita tersebut, akan tetapi ketahuilah bahwa beriman kepada Allah Subhanaahu wa Ta’ala dengan segenap keimanan dan tawakkal kepada-Nya dengan sepenuhnya, serta beramal shalih adalah perkara yang mengokohkan seorang muslim saat dalam kesusahan, dan ujian. Kesabaran yang demikian adalah sebuah taufik dan rahmat dari Allah Subhanaahu wa Ta’ala .
Allah berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦)أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (١٥٧)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)
Nabi r bersabda:
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَحُزْنٍ وَلاَ أَذىً وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا خَطاَيَاهُ
“Tidaklah menimpa seorang muslim dari keletihan, sakit, kecemasan, kesedihan tidak juga gangguan dan kesusahan, hingga duri yang menusuknya, kecuali dengannya Allah Subhanaahu wa Ta’ala akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. al-Bukhari (5/2137))
Maka, wahai saudara-saudariku, mintalah pertolongan kepada Allah Subhanaahu wa Ta’ala , minta dan berdo’alah hanya kepada Allah Subhanaahu wa Ta’ala terhadap berbagai kebutuhan anda sekalian.
Bersandarlah kepada-Nya dalam keadaan senang dan susah. Sesungguhnya Dia Subhanaahu wa Ta’ala adalah sebaik-baik pelindung dan penolong.
Mudah-mudahan Allah Subhanaahu wa Ta’ala membalas anda sekalian dengan kebaikan, serta janganlah melupakan kami dari do’a-do’a kalian.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ (١٢٦)
“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raf: 126) (AR)*

Selasa, 16 April 2013

Siapakah Mahram Anda ?

Segala puji bagi Allah, Rabb pengatur alam semesta. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Mungkin di antara kita ada yang tidak mengetahui apa itu mahrom dan siapa saja yang termasuk mahromnya. Padahal mahrom ini berkaitan dengan banyak masalah. Seperti tidak bolehnya wanita bepergian jauh (bersafar) kecuali dengan mahromnya. Tidak boleh seorang laki-laki dengan wanita berduaan kecuali dengan mahromnya. Wanita dan pria tidak boleh jabat tangan kecuali itu mahromnya. Dan masih banyak masalah lainnya.
Yang dimaksud mahrom[1] adalah wanita yang haram dinikahi oleh laki-laki. Mengenai mahrom ini telah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (22) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23) وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. An Nisa’: 22-24)
Mahrom di sini terbagi menjadi dua macam: [1] Mahrom muabbad, artinya tidak boleh dinikahi selamanya; dan [2] Mahrom muaqqot, artinya tidak boleh dinikahi pada kondisi tertentu saja dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal. Berikut kami rinci secara ringkas.
Mahrom Muabbad
Mahrom muabbad dibagi menjadi tiga: [1] Karena nasab, [2] Karena ikatan perkawinan (mushoharoh), [3] Karena persusuan (rodho’ah).
[1] Mahrom muabbad karena nasab ada tujuh wanita:
Pertama: Ibu.
Yang termasuk di sini adalah ibu kandungnya, ibu dari ayahnya, dan neneknya (dari jalan laki-laki atau perempuan) ke atas.
Kedua: Anak perempuan.
Yang termasuk di sini adalah anak perempuannya, cucu perempuannya dan terus ke bawah.
Ketiga: Saudara perempuan.
Keempat: Bibi dari jalur ayah (‘ammaat)
Yang dimaksud di sini adalah saudara perempuan dari ayahnya ke atas. Termasuk di dalamnya adalah bibi dari ayahnya atau bibi dari ibunya.
Kelima: Bibi dari jalur ibu (khollaat)
Yang dimaksud di sini adalah saudara perempuan dari ibu ke atas. Termasuk di dalamnya adalah saudara perempuan dari ibu ayahnya.
Keenam dan ketujuh: Anak perempuan dari saudara laki-laki dan saudara perempuan (keponakan).
Yang dimaksud di sini adalah anak perempuan dari saudara laki-laki atau saudara perempuannya, dan ini terus ke bawah.
[2] Mahrom muabbad karena ikatan perkawinan (mushoro’ah) ada empat wanita:
Pertama: Istri dari ayah.
Kedua: Ibu dari istri (ibu mertua). Ibu mertua ini menjadi mahrom selamanya (muabbad) dengan hanya sekedar akad nikah dengan anaknya (tanpa mesti anaknya disetubuhi), menurut mayoritas ulama. Yang termasuk di dalamnya adalah ibu dari ibu mertua dan ibu dari ayah mertua.
Ketiga: Anak perempuan dari istri (robibah). Ia bisa jadi mahrom dengan syarat si laki-laki telah menyetubuhi ibunya. Jika hanya sekedar akad dengan ibunya namun belum sempat disetubuhi, maka boleh menikahi anak perempuannya tadi. Yang termasuk mahrom juga adalah anak perempuan dari anak perempuan dari istri dan anak perempuan dari anak laki-laki dari istri.
Keempat: Istri dari anak laki-laki (menantu). Yang termasuk mahrom juga adalah istri dari anak persusuan.
[3] Mahrom muabbad karena persusuan (rodho’ah):
  1. Wanita yang menyusui dan ibunya.
  2. Anak perempuan dari wanita yang menyusui (saudara persusuan).
  3. Saudara perempuan dari wanita yang menyusui (bibi persusuan).
  4. Anak perempuan dari anak perempuan dari wanita yang menysusui (anak dari saudara persusuan).
  5. Ibu dari suami dari wanita yang menyusui.
  6. Saudara perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.
  7. Anak perempuan dari anak laki-laki dari wanita yang menyusui (anak dari saudara persusuan).
  8. Anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.
  9. Istri lain dari suami dari wanita yang menyesui.
Adapun jumlah persusuan yang menyebabkan mahrom adalah lima persusuan atau lebih. Inilah pendapat Imam Asy Syafi’i, pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Atho’ dan Thowus. Pendapat ini juga adalah pendapat Aisyah, Ibnu Mas’ud dan Ibnu Zubair.

Mahrom Muaqqot
Artinya, mahrom (dilarang dinikahi) yang sifatnya sementara. Wanita yang tidak boleh dinikahi sementara waktu ada delapan.
Pertama: Saudara perempuan dari istri (ipar).
Tidak boleh bagi seorang pria untuk menikahi saudara perempuan dari istrinya dalam satu waktu berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun jika istrinya meninggal dunia atau ditalak oleh si suami, maka setelah itu ia boleh menikahi saudara perempuan dari istrinya tadi.
Kedua: Bibi (dari jalur ayah atau ibu) dari istri.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلاَ عَلَى خَالَتِهَا
Tidak boleh seorang wanita dimadu dengan bibi (dari ayah atau ibu) -nya.” (HR. Muslim no. 1408)
Namun jika istri telah dicerai atau meninggal dunia, maka laki-laki tersebut boleh menikahi bibinya.
Ketiga: Istri yang telah bersuami dan istri orang kafir jika ia masuk Islam.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.” (QS. An Nisa’: 24)
Jika seorang wanita masuk Islam dan suaminya masih kafir (ahli kitab atau agama lainnya), maka keislaman wanita tersebut membuat ia langsung terpisah dengan suaminya yang kafir. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآَتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
Keempat: Wanita yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu sampai ia menjadi istri dari laki-laki lain.
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.” (QS. Al Baqarah: 230)
Kelima: Wanita musyrik sampai ia masuk Islam.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS. Al Baqarah: 221)
Yang dikecualikan di sini adalah seorang laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab. Ini dibolehkan berdasarkan firman Allah Ta’ala,
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.” (QS. Al Maidah: 5)
Adapun wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki ahli kitab atau laki-laki kafir. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
Keenam: Wanita pezina sampai ia bertaubat dan melakukan istibro’ (pembuktian kosongnya rahim).
Tidak boleh menikahi wanita pezina kecuali jika terpenuhi dua syarat:
(a) Wanita tersebut bertaubat.
Allah Ta’ala berfirman,
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin” (QS. An Nur: 3)
Dengan taubat-lah yang akan menghilangkan status sebagai wanita pezina. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ
Orang yang bertaubat dari suatu dosa seakan-akan ia tidak pernah berbuat dosa itu sama sekali.” (HR. Ibnu Majah no. 4250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
(b) Istibro’ yaitu menunggu satu kali haidh atau sampai bayi dalam kandungannya lahir. Inilah pendapat Imam Ahmad dan Imam Malik. Inilah yang lebih tepat.
Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً
Wanita hamil tidaklah disetubuhi hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil istibro’nya (membuktikan kosongnya rahim) sampai satu kali haidh.[2] (HR. Abu Daud no. 2157. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ketujuh: Wanita yang sedang ihrom sampai ia tahallul.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلاَ يُنْكَحُ وَلاَ يَخْطُبُ
Orang yang sedang berihram tidak diperbolehkan untuk menikahkan, dinikahkan dan meminang.” (HR. Muslim no. 1409, dari ‘Utsman bin ‘Affan)
Kedelapan: Tidak boleh menikahi wanita kelima sedangkan masih memiliki istri yang keempat.
Allah Ta’ala berfirman,
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat” (QS. An Nisa’: 3)
Bagi kaum muslimin dilarang menikahi lebih dari empat istri. Kecuali Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh menikahi lebih dari empat istri dan boleh menikah tanpa mahar.
Inilah pembahasan singkat mengenai mahrom. Semoga bermanfaat. Wa billahit taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.

Referensi: Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik hafizhohullah, 3/76-96, Al Maktabah At Taufiqiyah.

Diselesaikan di Panggang-GK, 28 Jumadil Awwal 1431 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id


[1] Istilah yang tepat adalah mahrom bukan muhrim. Muhrim adalah orang yang berihram. Muhrim adalah isim fa’il dari kata “ahroma” yang artinya berihram. Sedangkan mahrom adalah wanita yang haram dinikahi oleh pria. Mahrom adalah isim maf’ul dari kata “haroma” yang artinya melarang.
[2] Catatan penting yang perlu diperhatikan: Redaksi hadits ini membicarakan tentang budak yang sebelumnya disetubuhi tuannya yang pertama, maka tuan yang kedua tidak boleh menyetubuhi dirinya sampai melakukan istibro’ yaitu menunggu sampai satu kali haidh atau sampai ia melahirkan anaknya jika ia hamil. Jadi jangan dipahami bahwa hadits ini membicarakan larangan untuk menyetubuhi istri yang sedang hamil.

Kamis, 11 April 2013

kisah seorang wanita ahli syurga

Penulis: Ummu Rumman Siti Fatimah

Muraja’ah: ustadz Abu Salman

Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku,
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?”
Aku menjawab, “Ya”
Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.’
Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’
Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Betapa rindunya hati ini kepada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Dan subhanallah! Ada seorang wanita yang berhasil meraih kedudukan mulia tersebut. Bahkan ia dipersaksikan sebagai salah seorang penghuni surga di kala nafasnya masih dihembuskan. Sedangkan jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi.
Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas kepada muridnya, Atha bin Abi Rabah, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Wanita hitam itulah….dst”
Wahai saudariku, tidakkah engkau iri dengan kedudukan mulia yang berhasil diraih wanita itu? Dan tidakkah engkau ingin tahu, apakah gerangan amal yang mengantarkannya menjadi seorang wanita penghuni surga?
Apakah karena ia adalah wanita yang cantik jelita dan berparas elok? Ataukah karena ia wanita yang berkulit putih bak batu pualam?
Tidak. Bahkan Ibnu Abbas menyebutnya sebagai wanita yang berkulit hitam.
Wanita hitam itu, yang mungkin tidak ada harganya dalam pandangan masyarakat. Akan tetapi ia memiliki kedudukan mulia menurut pandangan Allah dan Rasul-nya. Inilah bukti bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Kecuali kecantikan fisik yang digunakan dalam koridor yang syar’i. Yaitu yang hanya diperlihatkan kepada suaminya dan orang-orang yang halal baginya.
Kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita ke kedudukan yang mulia. Dengan ketaqwaannya, keimanannya, keindahan akhlaqnya, amalan-amalan shalihnya, seorang wanita yang buruk rupa di mata manusia pun akan menjelma menjadi secantik bidadari surga.
Bagaimanakah dengan wanita zaman sekarang yang sibuk memakai kosmetik ini-itu demi mendapatkan kulit yang putih tetapi enggan memutihkan hatinya? Mereka begitu khawatir akan segala hal yang bisa merusak kecantikkannya, tetapi tak khawatir bila iman dan hatinya yang bersih ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan – semoga Allah Memberi mereka petunjuk -.
Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat. Maka saudariku, seperti apapun rupamu, seperti apapun fisikmu, janganlah engkau merasa rendah diri. Syukurilah sebagai nikmat Allah yang sangat berharga. Cantikkanlah imanmu. Cantikkanlah hati dan akhlakmu.
Wahai saudariku, wanita hitam itu menderita penyakit ayan sehingga ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau agar berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya. Seorang muslim boleh berusaha demi kesembuhan dari penyakit yang dideritanya. Asalkan cara yang dilakukannya tidak melanggar syariat. Salah satunya adalah dengan doa. Baik doa yang dipanjatkan sendiri, maupun meminta didoakan orang shalih yang masih hidup. Dan dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki keistimewaan berupa doa-doanya yang dikabulkan oleh Allah.
Wanita itu berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.”
Saudariku, penyakit ayan bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang sering ditanggung para penderita penyakit ayan karena banyak anggota masyarakat yang masih menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang menjijikkan.
Tapi, lihatlah perkataannya. Apakah engkau lihat satu kata saja yang menunjukkan bahwa ia benci terhadap takdir yang menimpanya? Apakah ia mengeluhkan betapa menderitanya ia? Betapa malunya ia karena menderita penyakit ayan? Tidak, bukan itu yang ia keluhkan. Justru ia mengeluhkan auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.
Subhanallah. Ia adalah seorang wanita yang sangat khawatir bila auratnya tersingkap. Ia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup auratnya dan ia berusaha melaksanakannya meski dalam keadaan sakit. Inilah salah satu ciri wanita shalihah, calon penghuni surga. Yaitu mempunyai sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya dengan menutup auratnya. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang di saat sehat pun dengan rela hati membuka auratnya???
Saudariku, dalam hadits di atas terdapat pula dalil atas keutamaan sabar. Dan kesabaran merupakan salah satu sebab seseorang masuk ke dalam surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.” Wanita itu menjawab, “Aku pilih bersabar.”
Wanita itu lebih memilih bersabar walaupun harus menderita penyakit ayan agar bisa menjadi penghuni surga. Salah satu ciri wanita shalihah yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi cobaan dengan kesabaran yang baik.
Saudariku, terkadang seorang hamba tidak mampu mencapai kedudukan kedudukan mulia di sisi Allah dengan seluruh amalan perbuatannya. Maka, Allah akan terus memberikan cobaan kepada hamba tersebut dengan suatu hal yang tidak disukainya. Kemudian Allah Memberi kesabaran kepadanya untuk menghadapi cobaan tersebut. Sehingga, dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, sang hamba mencapai kedudukan mulia yang sebelumnya ia tidak dapat mencapainya dengan amalannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.” (HR. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Al-Haadits Ash-shahihah 2599)
Maka, saat cobaan menimpa, berusahalah untuk bersabar. Kita berharap, dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat kita ke kedudukan mulia di sisi-Nya.
Lalu wanita itu melanjutkan perkataannya, “Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar auratnya tidak tersingkap. Wanita itu tetap menderita ayan akan tetapi auratnya tidak tersingkap.
Wahai saudariku, seorang wanita yang ingatannya sedang dalam keadaan tidak sadar, kemudian auratnya tak sengaja terbuka, maka tak ada dosa baginya. Karena hal ini di luar kemampuannya. Akan tetapi, lihatlah wanita tersebut. Bahkan di saat sakitnya, ia ingin auratnya tetap tertutup. Di saat ia sedang tak sadar disebabkan penyakitnya, ia ingin kehormatannya sebagai muslimah tetap terjaga. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang secara sadar justru membuka auratnya dan sama sekali tak merasa malu bila ada lelaki yang melihatnya? Maka, masihkah tersisa kehormatannya sebagai seorang muslimah?
Saudariku, semoga kita bisa belajar dan mengambil manfaat dari wanita penghuni surga tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam.

Sabtu, 06 April 2013

Polisi teladan : " istri sendiri pernah saya tilang"

MERDEKA.COM. Mendapat jatah uang saku Rp 200 ribu per bulan dari sang istri, Aiptu Jailani, anggota Satlantas Polres Gresik, masih tak tergoda menambah uang sakunya dari hasil 86 alias uang damai. Bagi Polantas 44 tahun itu, aturan tetap harus ditegakkan, agar esok akan lebih baik dari hari ini.

"Semua gaji saya tiap bulan, saya serahkan semuanya ke istri saya. Tiap bulan saya hanya dijatah Rp 200 ribu untuk uang saku sama istri saya," aku Jailani tanpa menyebut nominal gaji yang dia terima tiap bulan kepada merdeka.com, Minggu (31/3) lalu.

Dengan jatah uang saku yang cukup kecil itu, tak melunturkan keimanan Jailani. Dia tidak tergelitik untuk menerima uang damai dari pengendara yang dia tilang karena melanggar rambu-rambu lalu lintas.

Buktinya, pada tahun 2011 silam, dia pernah menerima ucapan selamat dari Dirlantas Polda Jawa Timur karena kredit poin tertinggi buku tilang, dengan 2400 surat tilang yang dia tandatangani selama satu tahun. Jumlah surat tilang tersebut, semuanya diambil melalui proses sidang di pengadilan. "Saya hanya menjalankan tugas," kata Polantas kelahiran 10 Agustus 1969 silam di Jombang, Jawa Timur tersebut.

Sejumlah pengendara yang pernah mendapat hadiah tilang dari Jailani, cukup beragam. Mulai dari perwira polisi, TNI, pejabat, wartawan, seorang anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan istrinya sendiri tak luput dari surat tilangnya. Tak sedikit dari mereka yang menggoda Jailani dengan sejumlah uang damai, termasuk saat menilang anggota KPK.

"Kalau uang saku saya kurang atau habis, saya minta lagi ke istri saya. Kadang dikasih lagi Rp 100 ribu, kadang Rp 200 ribu, ya nggak mesti. Tergantung kebutuhan bulan itu, kalau kebutuhan rumah tangga agak banyak, istri saya memberi Rp 100 ribu saja. Tapi yang pasti, setiap bulan saya mendapat jatah Rp 200 ribu itu," terang bapak dua anak itu.

Jika dia tidak tergoda dengan uang hasil 86 dari surat tilang yang dia sematkan bagi para pelanggar lalu lintas, lantas bagaimana saat dia bertugas sebagai penguji praktik uji SIM C di kantor Satlantas Jalan Randu Agung, Gresik pada pagi hingga siang hari?

Banyaknya pemohon SIM untuk roda dua itu, yang gugur saat menjalani praktik uji SIM C, dan keluhan dari mereka yang gagal memperoleh SIM, setelah mengikuti tes, menunjukkan kedisiplinan Jailani tentang tugas dan tanggung jawab serta anti suap.

"Saya sudah dua kali ikut test, tapi masih gagal," kata Nurul usai mengikuti test.

Sementara Jailani sendiri mengaku, apa yang dilakukannya itu, bagian dari tanggung jawab dia untuk menegakkan aturan. "Berjalanlah sesuai dengan aturan, maka tidak ada pelanggaran. Apakah dengan surat tilang menjadi efek jera bagi pelanggar? Tidak, apalagi membiasakan diri mereka dengan tilang di tempat. Pelanggaran akan terus terjadi di mana-mana," tegas pria yang telah 23 tahun mengabdikan diri untuk korps baju coklat tersebut.

Pun begitu dengan permohonan SIM baru, kata Jailani, kalau pengemudi bisa dengan mudah mendapatkan SIM, meski tidak begitu lihai berkendara dan tidak mengerti rambu-rambu lalu lintas, tentu akan banyak pelanggaran akan terjadi di jalan raya. "Kedisiplinan dan memahami aturan bagian dari tanggung jawab kita semua. Jika tidak, masyarakat menjadi liar dan tanpa aturan," tandas Jailani.

================================================== =======

subhanallah, sungguh mulia pria ini
coba rekan2 pria yg sudah beristri di sosbud, bagaimana sistem keuangan rumah tangga kalian
a. apakah seperti aiptu jaelani? semua gaji diserahkan dan cuma dijatah 200rb/bulan untuk uang saku
b. keuangan dipegang semua sama suami & cuma ngasih uang belanja saja pada isteri
c. dll

Jumat, 05 April 2013

Sihir ada bermacam-macam ? ini dia penjelasannya

MACAM MACAM SIHIR



          Imam Ahmad meriwayatkan : telah diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Ja’far dari Auf dari Hayyan bin ‘Ala’ dari Qathan bin Qubaishah dari bapaknya, bahwa ia telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

"إن العيافة والطرق والطيرة من الجبت"

          “Iyafah, Tharq dan Thiyarah adalah termasuk Jibt”

 Auf menafsiri hadits ini dengan mengatakan :

Iyafah adalah meramal nasib orang dengan menerbangkan burung.

Tharq adalah meramal nasib orang dengan membuat garis diatas tanah.

Jibt adalah sebagaimana yang telah dikatakan oleh Hasan : suara syetan. (hadits tersebut sanadnya jayyid). Dan diriwayatkan pula oleh Abu Dawud, An Nasa’i, dan Ibnu Hibban dalam shahihnya dengan hanya menyebutkan lafadz hadits dari Qabishah, tanpa menyebutkan tafsirannya.

           Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

"من اقتبس شعبة من النجوم فقد اقتبس شعبة من السحر، زاد ما زاد" رواه أبو داود وإسناده صحيح.

          “Barang siapa yang mempelajari sebagian dari ilmu nujum (perbintangan) sesungguhnya dia telah mempelajari sebagian ilmu sihir. semakin bertambah (ia mempelajari ilmu nujum) semakin bertambah pula (dosanya)” (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih).

           An-Nasai meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

"من عقـد عقـدة ثم نفث فيها فقـد سحر، ومن سحر فقـد أشرك، ومن تعـلق شيئا وكل إليـه"

          “Barang siapa yang membuat suatu buhulan, kemudian meniupnya (sebagaimana yang dilakukan oleh tukang sihir) maka ia telah melakukan sihir, dan barang siapa yang melakukan sihir maka ia telah melakukan kemusyrikan, dan barang siapa yang menggantungkan diri pada sesuatu benda (jimat), maka ia dijadikan Allah bersandar kepada benda itu”.

           Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

"ألا هل أنبئكم ما العضه ؟ هي النميمة القالة بين الناس " رواه مسلم.

          “Maukah kamu aku beritahu apakah  Adh-h itu ?, ia adalah perbuatan mengadu domba, yaitu banyak membicarakan keburukan dan menghasut diantara manusia” (HR. Muslim).

           Dan ibnu Umar Radhiallahu’anhu menuturkan, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

"إن من البيان لسحرا"

          “Sesungguhnya di antara susunan kata yang indah itu terdapat kekuatan sihir.”(HR. Bukhori dan Muslim)


 Kandungan bab ini :

Diantara macam sihir (Jibt) adalah iyafah, thorq dan thiyarah.

Penjelasan tentang makna iyafah, thorq dan thiyarah.

Ilmu nujum (perbintangan) termasuk salah satu jenis sihir.

Membuat buhulan dengan ditiupkan kepadanya termasuk sihir.

Mengadu domba juga termasuk perbuatan sihir.

Keindahan susunan kata (yang membuat kebatilan seolah-olah kebenaran dan kebenaran seolah-olah kebatilah) juga termasuk perbuatan sihir.



Rabu, 03 April 2013

Adakah bidadara untuk wanita ?

Adapun para wanita dunia…apakah mereka jika masuk surga akan mendapatkan bidadara sebagaimana para lelaki surga mendapatkan para bidadari??

Berikut beberapa perkara yang berkaitan dengan pertanyaan di atas:

Pertama : Jika para wanita dunia beriman dan beramal sholeh maka mereka juga akan mendapatkan kenikmatan para bidadara sebagaimana ditunjukan oleh keumuman ayat-ayat yang menegaskan bahwasanya bagi para penduduk surga segala apa yang mereka inginkan dan hasratkan.

Seperti firman Allah :

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ (٣١)
"(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang bertakwa" (QS An-Nahl : 31)
لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ خَالِدِينَ كَانَ عَلَى رَبِّكَ وَعْدًا مَسْئُولا (١٦)
"Bagi mereka di dalam surga itu apa yang mereka kehendaki, sedang mereka kekal (di dalamnya). (hal itu) adalah janji dari Tuhanmu yang patut dimohonkan (kepada-Nya)" (QS Al-Furqoon : 16)
لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ (٣٤)
"Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah Balasan orang-orang yang berbuat baik" (QS Az-Zumar : 34)
لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ (٣٥)
"Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya" (QS Qoof : 35)
نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ (٣١)
"Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta" (QS Fushshilat : 31)

Dan diantara perkara yang sangat dihasratkan oleh manusia adalah kenikmatan berjimak. Dan kenikmatan surga bukanlah diciptakan dan disediakan oleh Allah hanya untuk para lelaki saja akan tetapi kepada seluruh orang-orang yang bertakwa baik dari kalangan lelaki maupun wanita. Allah berfirman
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga.(QS An-Nisaa :124)
وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ
Dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS Ghoofir : 40)

Yang dimaksud dengan bidadara adalah dari kalangan lelaki dunia yang masuk surga (lihat Majmu' Fatawa Syaikh al-'Utsaimin 2/53). Dan tentunya seorang lelaki yang masuk surga akan dimodifikasi tubuh dan parasnya oleh Allah menjadi tampan dan elok sebagai bidadara (sebagaimana akan datang penjelasannya)

Kedua : Para ulama menjelaskan bahwa ada beberapa sebab kenapa sama sekali tidak disebutkan tentang bidadara bagi para wanita, diantaranya:

-           Karena para wanita asalnya merekalah yang dicari dan dikejar-kejar, bukan sebaliknya. (lihat Majmu' Fatawaa Syaikh al-'Utsaimin 2/53) Jadi merupakan perkara yang kurang etis jika dikesankan bahwasanya para wanita mengejar-ngejar para bidadara.

-           Dalam dalil-dalil disebutkan tentang keindahan tubuh para bidadari dengan agak detail, tentunya hal ini sangatlah kurang pas jika disebutkan tentang body atau keindahan tubuh para bidadara dihadapan para wanita, karena asalnya para wanita memiliki sifat malu yang sangat tinggi… malu untuk membaca atau mendengar, apalagi membicarakan keindahan tubuh para bidadara

Ketiga : Yang perlu diingat bahwasanya kenikmatan di surga sangatlah banyak dan tidak terbayangkan. Kenikmatan di surga bukanlah hanya kenikmatan jimak saja, akan tetapi masih terlalu banyak kenikmatan yang lain yang banyak dan bervariasi

Keempat : Para ulama juga menyebutkan bahwsanya para wanita dunia jika beriman dan beramal sholeh hingga masuk surga maka mereka akan lebih mulia dan lebih cantik dari para bidadari surga.

Hal ini dikarenakan karena para wanita dunia telah menjalankan kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan kepada mereka, mereka menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya dengan penuh kesabaran tatkala di dunia. Hal ini berbeda dengan para bidadari surga yang langsung diciptakan dewasa dan tanpa pembebanan tugas dari Allah, mereka diciptakan untuk disediakan bagi para lelaki penghuni surga. Ada beberapa hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menunjukkan akan hal ini akan tetapi hadits-hadits tersebut lemah.

Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiallahu 'anhaa bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
بَلْ نِسَاءُ الدُّنْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ
"Bahkan wanita dunia lebih afdol dari pada para bidadari" (HR At-Thobrooni dalam Al-Mu'jam Al-Kabiir no 780. Hadits ini dilemahkan oleh Al-Haitsami dalam Majma' Az-Zawaaid 7/255 dan juga Syaikh Al-Albani dalam Dho'if 2230)

Kelima : Para wanita dunia janganlah menyangka jika mereka masuk ke dalam surga lantas wajah mereka tidak berubah. Allah akan mempercantik wajah-wajah mereka dengan secantik-cantiknya sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahih bahwasanya tubuh para penghuni surga dimodifikasi oleh Allah sehingga menjadi lebih besar dan lebih tampan dan cantik. (Lihat penjelasan tentang jasad tatkala kebangkitan merupakan modifikasi dari jasad yang ada di dunia di Majmuu Fataawa Ibni Taimiyyah 17/252 dan Syarh al-'Aqidah at-Thohawiyah li Ibni Abi al-'Iz al-Hanafi hal 277). Tubuh dan rupa para penghuni surga menjadi muda dan besar serta tingginya 60 hasta, selain itu juga tubuh mereka bersih tidak ada kotorannya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ آدَمَ
"Semua yang masuk surga seperti bentuknya Nabi Adam" (HR Al-Bukhari no 3326)

Dalam hadits yang lain
إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً لاَ يَبُوْلُوْنَ وَلاَ يَتَغَوَّطُوْنَ وَلاَ يَتْفُلُوْنَ وَلاَ يَمْتَخِطُوْنَ ... وَأَزْوَاجُهُمْ الْحُوْرُ الْعِيْنُ عَلَى خُلُقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلَى صُوْرَةِ أَبِيْهِمْ آدَمَ سِتُّوْنَ ذِرَاعًا فِي السَّمَاءِ
"Sesungguhnya rombangan pertama yang masuk surga seperti rembulan yang bersinar di malam purnama, kemudian rombongan berikutnya seperti bintang yang paling terang di langit, mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak membuang ludah, tidak beringus….istri-istri mereka adalah para bidadari, mereka semua dalam satu perangai, rupa mereka semua seperti rupa ayah mereka Nabi Adam, yang tingginya 60 hasta menjulang ke langit" (HR Al-Bukhari 3327)

Keenam : Meskipun dalam surga seorang lelaki bisa saja memiliki banyak bidadari, bahkan bisa jadi memiliki banyak istri yang dahulunya adalah istri-istrinya di dunia maka sama sekali tidak akan ada dalam hati-hati mereka rasa dengki dan rasa cemburu. Allah telah berfirman ;

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأنْهَارُ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (٤٣)
Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki Kami kepada (surga) ini. dan Kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi Kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang Rasul-rasul Tuhan Kami, membawa kebenaran." dan diserukan kepada mereka: "ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan." (QS Al-A'roof : 43)
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ (٤٧)
Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. (QS al-Hijr : 47)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ يُرَى مُخُ سَاقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ اللَّحْمِ مِنَ الْحَسَنِ لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوْبُهُمْ قَلْبٌ وَاحِدٌ يُسَبِّحُوْنَ اللهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا
"Bagi setiap penghuni surga dua orang istri, terlihat sum-sum betisnya dari balik dagingnya karena indahnya, tidak ada perselisihan diantara mereka serta tidak ada permusuhan. Hati-hati mereka hati yang satu, mereka bertasbih kepada Allah pagi  dan petang" (HR Muslim no 2834)

Oleh karenanya jelas bahwa yang berlaku di dunia tidak sama dengan yang berlaku di akhirat. Jika di dunia poligami menimbulkan kesedihan dan kecemburuan sertap permusuhan maka tidaklah demikian tatkala di akhirat. seseorang yang masuk surga tidak akan sedih dan khawatir.

Ketujuh : Seorang wanita tidak keluar dari salah satu dari kondisi-kondisi berikut ini:

Pertama : Ia meninggal sebelum menikah. Maka wanita ini bisa jadi dinikahkan dengan lelaki dunia yang masuk surga yang akan menyenangkan hatinya (lihat Majmu Fatawa Syaikh al-'Utsaimin 2/53). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
وَمَا فِي الْجَنَّةِ أَعْزَبُ
"Tidak ada seorang yang membujang pun di surga" (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1736 dan 2006)

Kedua : Ia meninggal setelah bercerai dan belum sempat menikah lagi, maka kondisi wanita ini sama dengan kondisi wanita pertama

Ketiga : Ia meninggal dalam keadaan bersuami, akan tetapi suaminya tidak masuk surga bersamanya. Kondisi wanita ini juga sama dengan kondisi wanita yang pertama dan yang kedua.

Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah berkata, "Seorang wanita jika masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak masuk surga, maka jika wanita ini masuk surga maka akan ada para lelaki dunia yang masuk surga yang belum menikah, maka bagi para lelaki tersebut para istri dari bidadari dan juga dari para wanita dunia –tentunya jika para lelaki tersebut berminat-" (Majmu' Fatawa Syaikh al-'Utsaimin 2/52)

Yang penting bahwasanya para wanita yang masuk surga pasti bersuami.

Keempat : Ia meninggal setelah menikah dengan suaminya. Maka di surga ia akan menjadi istri suaminya tersebut

Kelima : Suaminya lebih dahulu meninggal dan setelah itu ia tidak menikah lagi hingga meninggal dunia. Maka wanita ini juga kondisinya sama dengan wanita yang keempat, ia akan menjadi istri suaminya tersebut.

Keenam : Setelah suaminya meninggal iapun menikah lagi dengan lelaki lain, meskipun menikah berkali-kali, maka ia akan menjadi istri dari suaminya yang terakhir.

Tatkala Mu'awiyah radhiallahu 'anhu melamar Ummu Dardaa' maka Ummu Dardaa'pun menolak lamarannya dan berkata, "Aku mendengar Abu Darda' (suaminya yang telah meninggal-pen) berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

الْمَرْأَةُ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا
"Seorang wanita bagi suaminya yang terakhir".

Dan aku tidak ingin pengganti bagi Abu Dardaa'" (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1281)

Hudzaifah radhiallahu 'anhu juga pernah berkata kepada istrinya:
إِنْ شِئْتِ أَنْ تَكُوْنِي زَوْجَتِي فِي الْجَنَّةِ فَلاَ تَزَوَّجِي بَعْدِي فَإِنَّ الْمَرْأَةَ فِي الْجَنَّةِ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا فِي الدُّنْيَا فَلِذَلِكَ حَرَّمَ اللهُ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْكِحْنَ بَعْدَهُ لِأَنَّهُنَّ أَزْوَاجَهُ فِي الْجَنَّةِ
"Jika kau ingin menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah lagi setelah aku meninggal, karena seorang wanita di surga akan menjadi istri bagi suaminya yang terakhir di dunia. Karenanya Allah mengharamkan istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menikah lagi setelah meninggalnya Nabi, karena mereka adalah istri-istri Nabi di surga" (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1281)

Kedelapan : Jika perkaranya adalah sebaliknya, yaitu seorang wanita dunia bermaksiat dan membangkang kepada suaminya maka ia tentu akan kalah bersaing dengan para bidadari surga dan akan menyebabkannya terjerumus dalam neraka jahannam. Bahkan tatkala seorang wanita dunia menyakiti hati suaminya maka bidadari surga akan protes dengan perlakuannya sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا ؛ إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ : لاَ تُؤْذِيْهِ قَاتَلَكِ اللهُ ؛ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
"Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya di akhirat dari bidadari akan berkata, "Janganlah engka mengganggunya, semoga Allah membinasakanmu. Sesungguhnya ia hanyalah tamu di sisimu, hampir-hampir lagi ia akan meninggalkanmu menuju kami" (HR At-Thirmidzi dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 173)

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 20-10-1433 H / 07 September 2012 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja

Kisah Nyata : polisi non muslim yang menilangku ternyata calon suamiku

 menurut anda apa mahar yg terbaik ketika orang akan menikah ? apakah segunung emas ? seribu mobil ? atau sebuah kalimat yg akan mengguncankan dunia ? berikut kisahnya :



Aku bertemu suami hampir sebelas tahun lalu semasa semester akhir di perguruan tinggi. Awal yang tak sengaja, saat aku kena tilang (Istilah untuk pelanggaran aturan lalu lintas) di jalan sepulang kuliah. Suami lah yang kala itu menilangku. Karena tergesa-gesa pulang, helemku yang usai dipinjam teman ketinggalan di parkiran kampus. Seminggu berikutnya, aku kena razia lagi, gara-gara lupa membawa SIM. Itulah aku, masih muda tapi pelupa. Belum lagi kebiasaanku yang ceroboh dan asal taruh makin menambah daftar hitam “sifat burukku”. Bapak dan ibu sering sekali menegurku. Dan saat razia ini lagi-lagi aku berhadapan dengan polisi yang sama. Ya suamiku itu. 
“Saudari tidak malu kena tilang terus?” Tanyanya kala itu sambil senyum-senyum.
Ya, malu pak. Bapak juga nggak bosen nilang saya?” Jawabku sekenanya.
Dia dan beberapa temannya tertawa. Aku diam-diam merasa dongkol. Siapa yang pingin lupa dan siapa juga pingin kena tilang? Aku menggerutu dalam hati.
Pertemuan ketiga terjadi saat tak sengaja ketemu. Suamiku yang kala itu masih bujang, dia belanja ke pasar! Ini benar-benar kejutan. Laki-laki pergi ke pasar, masih berpakaian dinas lagi. Ia begitu “pede” dan tampak terbiasa melakukannya. Saat aku masih terbengong melihatnya, dia melihat dan mendekatiku.
“Apa kabar, Mbak. Belanja ya?” sapanya ramah.
Ya, nganter ibu.
Belanja juga ya, Pak?”
Biasa kok, belanja titipan itu. Jangan panggil saya pak. Nama saya Suryo.” Aku manggut-manggut.
Aku sempat “dekat” dengannya selama tiga bulan. Qadarullah, saat itu aku mulai kenal Islam lebih dekat. Awalnya saat persiapan skripsi, aku harus “mendadak” jadi anak kost. Tujuanku untuk hemat energi dan bisa lebih konsen dalam mempersiapkan makalah. Kebetulan setelah mencari kos kian kemari, yang kosong cuma “kos-kosan ninja”, kata teman yang membantu mencari kos. Awalnya aku enggan dan tak berminat. Ternyata hikmah dan “skenario langit” itu kusadari kini. Musim hujan yang sering turun kala itu, juga membuatku tak bisa menolak untuk tidak kos di sana. Intinya, Allah tak memberiku pilihan lain. Meski awalnya asing bersama “ninja” tapi akhirnya, syukur alhamdulillah, tak pernah henti-henti kuucap.
Dari gaul dengan teman-teman akhwat itu, aku tahu kenapa tak ada istilah pacaran dalam Islam. Padahal, hampir tiga bulan aku di kos-kosan itu. Tiap malam Ahad aku “diapelin”. Astaghfirullah, malurasanya bila ingat itu.
Akhirnya, aku memutuskan baik-baik hubunganku dengannya. Meski awalnya ia tak mau. Aku memberinya pengertian dan asal pembaca tahu, suamiku saat itu masih non muslim. Ia Katholik taat. Bahkan, aku sening mengantarnya ke gereja. Itu kulakukan karena saat itu pemahaman agamaku sangat minim.
Sedih. Tentu dan itu pasti, Tapi aku telah memilih “jalan baru”. Aku hapus semua tentangnya, dari foto, nomor HP atau segala hal yang berhubungan dengannya. Hatiku ringan karena niatku semata merigharap nidha Allah. Skripsiku pun berjalan lancar. Dan saat wisuda IP-ku sangat memuaskan. Walhamdulillah. 
Selesai kuliah, aku minta ijin ortu untuk tetap tinggal di kost. Itu kulakukan untuk menjaga ghirah dan istiqamah. Maklum, aku baru hitungan bulan mengenal manhaj ini, jadi butuh lingkungan yang mendukung. Aku tak yakin bila di rumah, sebab di numah bapak membuka rental PS (Playstation).
Rumah kecilku biasa jadi tongkrongan anak-anak dan remaja. Aku merasa tak nyaman di rumah. Untuk melarang bapak pun aku tak berani.
Untuk biaya hidup, aku mengajar. Hingga delapan bulan dari kelulusan. Sebuah sms kuterima dari Suryo. Padahal aku sudah ganti nomor handphone. Rupanya ia minta ke orang tuaku.
Pesannya singkat, “Maukah kau menikah denganku?”
Ya Allah pria ini masih saja mengharapkanku. Padahal aku telah membuang jauh tentangnya. Aku hapus SMS-nya, tanpa kubalas.
Malam Ahad, seperti biasa aku pulang ke rumah. Dan yang mengejutkanku Suryo mencariku. Penting kata bapak. Kepada bapak Suryo bilang ingin melamarku. Ia juga titip susuatu untukku. Amplop besar kubuka selepas Suryo pulang. Masya Allah, isinya adalah SK beberapa surat keterangan dari atasan hingga kantor pusat mengenai kepindahan agamanya. Surto telah menjadi mualaf.
Air mataku berlingang, tangisku pecah. Ternyata begitu putus dariku, ia langsung mengurus surat pindah agama pada kantor dinasnya. Yang luar biasa, ia juga belajar dien mulia ini pada sebuah kajian salaf, subhanallah. Kuharap kepindahan agamanya semata karena Allah.
Akhirnya kuberi jawaban “ya” pada suryo lewat bapak. Kami baru bisa menikah beberapa bulan kemudian, karena harus menyelesaikan beberapa urusan terkait dinas.
Mahar terindah untukku adalah keislamannya. Sepanjang pernikahan itu aku tak henti berurai airmata, airmata bahagia. Bayangkan, usai akad nikah, 5 dari 7 saudara Mas Suryo juga menjadi mualaf-mualaf baru menyusul Mas Suryo. Walhamdulillah. Bapak dan ibu Mas Suryo tak bermasalah. Bahkan beliau berdua dekat dengan kami siang malam. Tak henti kumohon pada Allah agar memberi hidayah pada beliau berdua. Apalagi bila kuingat begitu luar biasanya baiknya mereka padaku, pada besan, pada keluarga, tetangga juga lingkungan sekelilingnya. Aku selalu berharap hidayah itu datang, amin.
Kini, kami sudah punya dua momongan. Aku dan suami selalu berangkat taklim bila ia tak dinas. Harapanku, keluarga yang kami bangun langgeng, sakinah mawaddah wa rahmah. (***).

Sebagaimana diceritakan shahibul qishah pada Ummu Nawwaf
sumber : Majalah NIKAH SAKINAH vol 9 no 12

Selasa, 02 April 2013

kisah nyata : ayah, aku ingin bercadar !

Cadar… Satu kata yang dulu sempat membuat diriku takut untuk mendekati orang-orang yang memakainya. “Mungkin mereka jelek, makanya menutupi wajahnya, atau mungkin dia mempunyai gigi taring seperti drakula ataukah mungkin dia..begini..begini dan begitu”. Begitu banyak pikiran-pikiran yang menghantuiku ketika masih menjadi orang yang belum tahu tentang syari’at Alloh tentang cadar ini.

Sampai suatu ketika Alloh menakdirkanku untuk mengenal sekumpulan akhwat yang bercadar, “subhanalloh” satu kata yang terlontar dari lisanku waktu itu. Ternyata mereka tidak seperti yang aku pikirkan selama ini, ternyata cadar merupakan salah satu syari’at dari islam.

Berawal dari perkenalanku dengan para akhwat, disitulah awal mula diriku mengenal ilmu yang shohih, hari-hari kujalani dengan ilmu-ilmu yang yang selama ini kuanggap hanya sebatas budaya dan pemikiran orang-orang belaka. Sedikit demi sedikit kuamalkan ilmu yang telah kudapatkan, pergaulan antara lawan jenis, musik, ikhtilath, sampai ke syarat-syarat jilbab yang syar’i pun kulalui dan kuamalkan. Alhamdulillah, meski banyak rintangan dan cobaan dalam mengamalkannya. Tapi begitulah perjuangan. Begitulah konsekuensi dari amalan yang telah kita ilmui. Tapi untuk masalah cadar, ah, diriku sungguh tak tertarik untuk menggunakannya.

Sempat mempelajari tentang hukum dari cadar dan waktu itu berkeinginan untuk mempelajarinya lebih dalam, tapi teringat akan ucapan bapak, “kamu boleh pakai jilbab yang besar tapi jangan sampai bercadar. Nanti boleh bercadar kalau sudah nikah.” Ya sudahlah mendingan aku ambil hukum yang sunnahnya saja, daripada bapak marah. Toh nanti kalau dah nikah aku akan pakai cadar juga insya Alloh, untuk sekarang ga usahlah, pikirku dalam hati. Akhirnya niat untuk mempelajari hukum cadar lebih lanjutpun aku urungkan.
“Astghfirulloh, apakah jilbab yang sudah cukup lebar ini masih bisa saja menimbulkan fitnah bagi seorang laki-laki?”
Manusia boleh berencana tapi Alloh lah yang berhak menentukan jalan hidup kita. Alhamdulillah, hidayah Alloh datang kepadaku, yang awal mulanya diriku begitu kekeh untuk tidak bercadar, niat untuk mempelajari hukumnya pun ogah-ogahan, namun Alloh menakdirkan padaku untuk lebih mengetahui tentang cadar ini melalui sebuah fitnah yang kualami di kampus.

Seorang teman memberitahukan padaku bahwa ada seseorang yang terfitnah gara-gara diriku. “Astghfirulloh, apakah jilbab yang sudah cukup lebar ini masih bisa saja menimbulkan fitnah bagi seorang laki-laki?” Airmatapun mulai mengalir, bukan karena terharu disebabkan ada orang yang “ngefans” tapi karena merasa bahwa diri ini adalah sumber fitnah. Belum bisa menyempurnakan hijab, tidak bisa menjaga diri, dll. Lama diriku merenung. “Kenapa sampai ada yang terfitnah? Toh aku tak pernah berkomunikasi dengannya? Jangankan berbicara, senyumpun tak pernah.” Apa yang menyebabkan semua itu??Apa??? Wajah… Ya inilah sumber dari fitnah itu… Seketika itu pun diriku bertekad dengan kuat untuk mempelajari hukum cadar, walaupun masih teringat dengan kata-kata bapak, namun tak mengurungkan niatku untuk belajar..

Alhamdulillah, Alloh memudahkan jalanku untuk mempelajari ilmu tentang cadar ini, mulai dari dukungan akhwat, cerita cerita akhwat yang memberikan motivasi, buku-buku yang mereka pinjamkan, sampai ketika salah seorang ustadzah dari Arab datang ke kota Serambi Madinahku buat memberikan dirosah. Sampai suatu hari ketika sang ustadzah telah selesai memberikan dirosahnya, kulihat dirinya sedang duduk untuk istirahat, aku pun mengajak seorang kakak untuk menemaniku berbicara kepada ustadzah tentang masalah cadar (karena ketidaktahuanku bercakap dalam bahasa arab, makanya minta tolong ke akhwat buat jadi penerjemahnya. Syukron wa jazaakillahu khair buat kakak yang membantu diriku saat itu.)

Kakak : “Adik ini ingin bertanya kepada anda wahai ustadzah, dia ingin sekali memakai cadar namun orangtuanya melarangnya, tolong berikan nasehatmu padanya.”
Ustadzah: “Kalau dia meyakini bahwa hukum cadar adalah wajib maka apapun konsekuensi yang harus dia dapatkan sekalipun orangtua melarang maka dia tetap harus memakainya, tapi ketika dia meyakini bahwa itu hanyalah sunnah maka lebih baik dia mengikuti permintaan orang tuanya.” (Kira-kira seperti itulah percakapan mereka kalau diterjemahkan dalam bahasa indonesia.)
Sampai suatu ketika keyakinanku mengatakan bahwa cadar itu adalah sebuah kewajiban.
Hemm. Ternyata, point yang kudapatkan dari pernyataan ustadzah adalah “ilmu sebelum berbuat”. Ya, aku harus mempelajarinya lagi lebih dalam tentang cadar (waktu itu aku masih menganggapnya sebatas sunnah). Hari-haripun kulalui dengan berusaha mencari tahu tentang hukum cadar. Mulai dari bertanya ke ustadz, bertanya ke akhwat dan berbagai cara kutempuh untuk mengetahui hukum sebenarnya dari cadar. Sampai suatu ketika keyakinanku mengatakan bahwa cadar itu adalah sebuah kewajiban. Tapi bagaimana dengan orangtua? Inilah ujianku selanjutnya. Aku harus berusaha memahamkan kepada mereka sedikit. Akhirnya akupun berusaha menutupi wajah ini sedikit demi sedikit, walaupun belum menggunakan cadar tapi wajah ini sering kututup dengan jilbabku ketika ada seorang laki-laki ajnabi yang lewat dihadapanku. Dan ini berlangsung sampai beberapa hari.

Suatu hari tiba-tiba keluargaku berkumpul di ruang keluarga, bapakku tiba-tiba mengatakan padaku, “bapak ga mau lihat kamu pakai cadar.” Tiba-tiba suasana di rumah menjadi tegang (ternyata selama ini bapak memperhatikanku, karena begitu seringnya aku menutup wajahku dengan jilbab yang kupakai, sampai beliau mengira bahwa aku telah bercadar waktu itu.) Bapak dengan berbagai ucapannya sambil menunjuk-nunjuk ke arahku mengatakan, “bapak ga mau kamu pakai cadar!!!”
“Apapun alasannya, bapak ga mau kamu pakai cadar. Kalau sampai pakai cadar, kamu jadi anak durhaka sama bapak!!!”
“Ga usah suruh temanmu kesini lagi, kalau ada temanmu yang datang, bapak akan usir.”

Bla..bla..bla… Berbagai macam perkataan bapak pada diriku saat itu.” Aku bisa paham terhadap ucapan bapak, karena memang beliau kurang paham apalagi beliau jarang bermulazamah dengan ustadz-ustadz. Tapi yang membuatku begitu sedih adalah ketika ibuku mendukung argumen bapak dan juga ikut-ikutan memarahiku dan melarangku. Aku kaget, karena yang selama ini aku tahu bahwa ibu mengenal beberapa ustadz dan teman-temanku yang bercadar. Pikirku waktu itu, ibu mungkin setuju-setuju saja pada saat aku bercadar. Tapi ternyata, ibuku pun melarang dan ikut-ikutan memboikotku.

Pada hari itu, bertepatan dengan perginya bapak kembali berlayar, sebelum beliau berangkat beliau datang ke kamarku dan mendapati diriku yang hanya bisa menangis tersedu-sedu dan mengatakan, “Ingat, bapak ga mau kamu pakai cadar!!!” Ya Alloh, sekeras itukah hati bapak, sampai tidak mau mendengarkan penjelasanku tentang cadar, pikirku dalam hati.
Teringat dengan kisah-kisah beberapa akhwat yang juga sempat mengalami kejadian yang sama.
Hari pertama sejak peristiwa malam itu kulalui dengan tangisan di kamar. Menangis, menangis, dan terus menangis. Satu hal yang membuatku begitu sedih ketika melihat sikap ibuku padaku, dulu ketika ada sebuah masalah yang kuperbuat di rumah hingga membuatku menangis tersedu-sedu. Ibu biasanya langsung datang menghiburku dan mengatakan, “sudahlah nak, nda usah menangis lagi.”

Tapi sekarang, seakan-akan beliau bukan ibuku, sikapnya yang keras dan cuek saja melihat diriku menangis tetap tidak mengubah pendiriannya untuk melarangku bercadar. Jangankan berbicara padaku, bahkan hanya sekedar menyuruhku makan, beliau menyuruh adikku datang ke kamar. Yang bisa kulakukan saat itu hanya menangis dan berdoa pada Alloh. Namun aku yakin bahwa ujian ini akan segera berakhir, entah sehari, sepekan, sebulan, setahun bahkan bertahun-tahun, ya pasti akan berkahir!! Teringat dengan kisah-kisah beberapa akhwat yang juga sempat mengalami kejadian yang sama. Ada yang menyembunyikan cadarnya hingga dua tahun lamanya. Ada yang hampir diusir oleh orang tuanya. Ada yang cadarnya dibakar. Dan berbagai macam ujian yang dihadapi mereka. Namun toh akhirnya orang tua mereka mengizinkan bahkan sekarang mendukung anaknya..

Hey, kamu baru diuji seperti ini, masa mau nyerah begitu saja. Apa ga ingat gimana perjuangan Rosululloh dan para shahabatnya ketika memperjuangkan islam??? Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diusir oleh kaumnya sendiri, kaki beliau berdarah-darah karena dilempar batu. Para shahabat, bahkan ada yang rela tidak diakui oleh ibunya sendiri. Dan kamu ingat Sumayyah? Wanita syahidah pertama yang rela disiksa oleh orang-orang kafir karena memeluk islam, hingga beliau menemui ajalnya. Sekarang lihat dirimu??? Kalau cobaan ini saja bisa membuatmu menyerah dan jauh dari Alloh. Kira-kira ketika kamu hidup pada zaman nabi, apa kamu bisa menjadi salah seorang shahabiyah? Ataukah kamu adalah salah seorang musuh dari islam?

Akupun tersadar setelah melakukan dialog dengan diriku sendiri, segera aku ambil air wudhu dan sholat. Dalam sholat kubaca Surah An-Nashr “innama’al ‘usri yusro..fainnama’al ‘usri yusro” rasanya keyakinan akan pertolongan Alloh semakin dekat itu begitu kuat. Ya, pertolongan itu akan datang fikirku.
Sampai hari ketiga, keadaan di rumah masih tetap sama. Ibu juga nenekku masih memboikotku. Aku masih saja berada dalam kamar sambil memikirkan cara untuk meminta izin kembali ke bapak. Tiba-tiba teringat akan cerita salah seorang kakak. Ketika dia ingin mengutarakan keinginannya memakai cadar kepada orangtuanya, “dek, dulu waktu ana ingin bercadar, orangtua melarang. Namun karena kayakinan yang mantap untuk menutup aurat secara sempurna, akhirnya kutempuh berbagai cara meyakinkan bapak. Dan cara yang kupilih adalah mengirimkan surat ke beliau dengan kalimat yang syahdu, “wahai ayahku. Kutulis surat ini, bla..bla..bla. (Afwan, lupa isi suratnya.)”
Hemmm. Tiba-tiba cara yang ditempuh sang kakak tadi, terlintas di dalam pikiranku. Tapi bukan melalui surat, hanya sms yang bisa kukirimkan kepada bapakku untuk menjelaskan kenapa aku ingin bercadar.

“Assalamu’alaikum, pak kabarnya gimna? Semoga bapak baik-baik saja. Maaf sebelumnya jika saya lancang sms bapak, tapi saya sms hanya ingin menjelaskan kenapa saya ingin bercadar. Maaf pak, bukannya saya ingin menjadi anak yang durhaka karena tidak mematuhi perintah bapak, tapi karena keinginan saya yang ingin mengikuti perintah Alloh makanya saya berani untuk memakai cadar. Saya begitu sedih ketika melihat ekspresi bapak yang begitu marah ketika mengetahui bahwa saya ingin bercadar, seakan-akan bapak sangat membenci cadar. Saya tidak ingin bapak seperti itu, karena cadar juga merupakan bagian dari syari’at islam. Dan yang saya pelajari bahwa istri-istri nabi pun pakai cadar, kalau bapak benci cadar artinya bapak juga benci istri-istri Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bla..bla..bla…

Sms yang kukirm begitu panjang, 1 sms sampai 7 layar dan aku mengirimkan sebanyak 3 kali sms. Jadi kalau mau dihitung. Kira-kira aku mengirim sebanyak 21 sms ke bapak.
Beberapa saat setelah kukirimkan sms ke bapak, tiba-tiba ada sms yang masuk ke hp-ku, tapi belum berani kubuka isinya. Sampai akhirnya hpku berdering, ketika kulihat nama yang memanggil ternyata adalah bapakku. Sambil deg-degan kuangkat telpon bapakku, dan siap menerima omelan dari bapak lagi karena kelancanganku untuk meminta izin memakai cadar.

Aku : “Assalamu’alaikum.”
Bapak: “Wa’alaikumsalam, lagi dimana nak???”
Aku: “Di rumah pak. Lagi di kamar.”
Bapak: “Kamu masih nangis??”
Aku: “I..i..iya pak. (Sambil menghapus airmata.)
Bapak: “Bapak dah terima sms dari kamu. Kamu beneran mau pakai cadar???
“Aku: “I..i..iyya pak..”
Bapak: “Ya udah…kalau mau pakai cadar, pakai cadar saja. Asal hati harus lembut ya nak…
“Aku: “Hah??” (Dalam keadaan yang masih belum percaya, tiba2 sikap bapak berubah 180 derajat.) Beneran pak??”

Bapak: “Iya nak… mana mamamu? Bapak mau bicara.”
Akhirnya bapak bicara ke ibu, dan dari percakapannya ibu mengatakan kalau bapak mengizinkan aku pakai cadar. Ibu dilarang untuk melarangku bercadar. Masih belum percaya dengan keputusan bapak, akupun membaca sms yang dikirimkan bapak kepadaku sesaat sebelum beliau menelponku, “ya udah kalau kamu mau pakai cadar bapak izinkan, ingat ya, hati harus lembut..janji ya..” Alhamdulillah, bapak benar-benar mengizinkanku.

Dan akhirnya. Bismillah. Tepat tanggal 5 Ramadhan, aku pun keluar dari rumah pertama kali dengan menggunakan cadar yang menutupi wajahku. Tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur di atas angkot dan airmata terus saja mengalir karena akhirnya pertolongan Alloh datang juga setelah 3 hari diriku harus menangis di kamar tanpa henti. Diboikot oleh orang tua sendiri. Yaa, akhirnya akupun memakainya. Semoga pakaian ini akan terus kukenakan hingga ajal menjemput. Amin, Allohumma amin. “yaa muqallibal qulub tsabbit qalbi ‘ala diinik.“
Seperti yang dikisahkan seorang akhwat

sumber: shalihah.com

http://lautanilmu.ridhofitra.info/2010/10/sebuah-kisah-tentang-cadar

Sikap Menawan Da’i Buta Berbuah Hidayah

Betapa banyak Da’i yang kedua bibirnya tidak perlu berucap sepatah kata pun akan tetapi dengan kondisi dan keistiqamahannya dapat membuat orang mendapatkan hidayah.
Berikut sikap di mana seorang mendapatkan hidayah dan masuk Islam hanya gara-gara akhlak seorang Da’i yang buta.
Adalah seorang laki-laki Jerman yang kemudian mengumumkan keislamannya menceritakan, awal pertama ia mengenal Islam kembali kepada hari-hari di masa mudanya ketika ia melakukan wisata ke Albania di masa liburan sekolah.
Ketika sedang berjalan di salah satu jalan sempit di sana, ia bertabrakan dengan seorang laki-laki. Ketika menyadari dan meminta ma’af, barulah ia tahu bahwa laki-laki yang ditabraknya itu seorang yang buta. Orang buta itu tidak mengerti arti permintaan ma’afnya tersebut karena ia tidak memahami bahasa komunikasinya. Sekali pun begitu, orang buta ini ngotot untuk memegang tangan laki-laki yang telah menabraknya dan mengajaknya berjalan menuju ke rumahnya. Di sana, ia menghidangkan makanan seadanya kepada teman yang baru dikenalnya di tengah jalan.
Saudara kita semuslim dari Jerman mengisahkan, “Kemudian aku melihat laki-laki buta itu melakukan beberapa gerakan yang gambarannya terus melekat di kepalaku, yang akhirnya aku ketahui bahwa itu adalah shalatnya orang-orang Islam. Sikap laki-laki itu mampu menguasai pikiranku untuk beberapa waktu. Ia tidak ngotot untuk mengajakku menemaninya menuju rumahnya namun kemudian ia menghormatiku tanpa imbalan apa pun dan tanpa perlu mengenaliku terlebih dahulu padahal ia tidak memahami bahasaku. Apa yang ia lakukan barusan di hadapanku.? Apa arti gerakan-gerakan itu.? Ketika aku melihat ada bayang-bayang laki-laki itu sedang melakukan gerakan itu, hal ini mendorongku untuk mengenali mereka dan prinsip ajaran agama mereka. Sungguh perjalanan yang panjang hingga akhirnya membuatku masuk Islam. Peristiwa itu adalah benang pertamanya ke arah sana.”
Komentar Syaikh Dr. ‘Umar Sulaiman al-Asyqar:
Pelajaran dan wejangan yang dapat diambil dari kisah ini bagi seorang Muslim, khususnya bagi seorang Da’i adalah bahwa ucapan yang haq (benar) terkadang bisa berbuah di hati pendengarnya walalu pun setelah mengalami proses yang lama dan keistiqamahan di atas al-Haq dan pengamalannya terkadang juga berpengaruh pada diri orang lain dan dapat menggiring mereka kepada hidayah Allah. Dengan sikap seperti inilah, Islam akan tersiar di hati dan seluruh dunia berkat nur yang Allah titipkan di dalamnya.
(SUMBER: Qashash Wa Mawaaqif Dzaat ‘Ibar, disusun ‘Adil bin Muhammad Al ‘Abdul ‘Ali, hal.57-58 sebagai yang dinukilnya dari buku Mawaaqif Dzaat ‘Ibar karya Dr. ‘Umar Sulaiman al-Asyqar, hal.86, penerbit Daar an-Nafaa’is)

Akhirnya kutinggalkan Rokok !

Dikisahkan oleh Syaikh Dr. Muhammad al-‘Arifi


Aku pernah di undang di malam Ramadhan dua tahun lalu untuk menjadi pembicara dalam satu siaran  live di salah satu siaran televisi. Siaran kala itu berkisar tentang ibadah pada bulan Ramadhan. Siaran itu dilakukan di Makah al-Mukaramah pada satu kamar di salah satu hotel yang bisa melongok diatas Masjidil al-Haram.
Kala itu, kami berbicara tentang Ramadhan . Para pemirsa televisi bisa melihat dari sela-sela jendela kamar di belakang kami pemandangan orang-orang yang umrah dan thawaf secara langsung.
Kala itu pemandangannya sungguh mengagumkan dan mengharukan, membuat pembucaraan pun semakin berkesan. Hingga pembawa acara menjadi lembut hatinya, dan menangis ditengah halaqah itu. Sungguh suasana itu adalah suasana keimanan, dan tidak merusak suasana itu kecuali salah satu kameramen. Dia memegang kamera dengan satu tangan dan tangan kedua memegang “Tuhan Sembilan Senti” menurut istilah penyair Taufik Ismail* (*tambahan dari redaksi), yaitu rokok. Seakan-akan tidak ada satu waktu yang tersia-siakan dari malam bulan Ramadahan kecuali dia kenyangkan paru-parunya dengan asap rokok.
Hal ini banyak menggangguku. Penghisap rokok itu benar-benar mencekikku, tetapi harus bersabar karena ini adalah siaran langsung, dan tidak ada alasan, kecuali terpaksa melaluinya.
Berlalulah satu jam penuh dan berakhirlah kajian itu dengan salam. Kameramen  itu pun mendatangiku –sementara rokok masih ada di tangannya sembari dia mengucapkan terimakasih dan memuji. Maka kukeraskan genggaman tanganku dan kukatakan,”Anda juga, saya berterimakasih atas keikutsertaan Anda dalam menyuting acara keagamaan ini. Saya memiliki satu kalimat barangkali Anda mau menerimanya”.
Dia pun menjawab,”Silahkan… silahkan”.
Kukatakan,”Rokok dan siga…” (maksudku sigaret), namun dia memutus pembicaraanku seraya berkata,”Jangan menasihatiku… demi Allah, tidak ada faedahnya wahai syaikh”.
Kukatakan,”Baik, dengarkan saya… Anda tahu bahwa rokok itu haram, dan Allah berfirman…”
Dia pun memotong pembicaraanku sekali lagi,”Wahai Syaikh, jangan menyia-nyiakan waktu Anda… saya telah merook selama 40 tahun… rokok telah mengalir dalam urat nadi saya… tidak ada faidah… selain Anda lebih pandai lagi..!!”
Kukatakan,”Apa yang ada faidahnya?”
Diapun merasa tidak enak dariku lalu berkata,”Do’akanlah saya… do’akanlah saya.”
Maka aku pun memegang tangannya seraya berkata,”Mari bersama saya…”. Kukatakan,”Mari kita melihat kepada ka’bah”.
Maka kami pun berdiri disisi jendela yang bisa melongok di atas al-Haram. Dan ternyata setiap jengkal dipenuhi dengan manusia. Antara yang rukuk, sujud, yang sedang umroh, dan sedang menangis. Sungguh pemandangan yang sangat mengesankan.
Kukatakan,”Apakah Anda melihat mereka?”. Dia menjawab,”Ya”.
Kukatakan,”Mereka datang dari setiap yang putih, yang hitam… orang arab dan ‘ajam… yang kaya dan miskin… semuanya berdo’a kepada Allah agar menerima ibadah mereka dan mengampuni mereka…”
Dia menjawab,”Benar… benar…”
Kukatakan,”Tidakkah Anda menginginkan Allah memberikan kepada Anda apa yang Dia berikan kepada mereka?”. Dia menjawab,”Ya… tentu saja”.
Kukatakan,”Angkatlah tangan Anda, saya akan berdo’a untuk Anda… dan aminilah do’a saya”.
Akupun mengangkat kedua tanganku lalu kukatakan,”Ya Allah, ampunilah dia…”. Dia berkata,”Aamiin”.
Aku berdo’a,”Ya Allah, angkatlah derajatnya dan kumpulkanlah dia bersama orang-orang yang dikasihinya di dalam surga… ya Allah…”. Dan tak henti-hentinya aku berdo’a hingga hatinya lembut dan menangis… seraya mengulang-ulang,”Aamiin… aamiin…”.
Tatkala aku ingin menutup do’a kukatakan,”Ya Allah, jika ia meninggalkan rokok, maka kabulkanlah doa ini, jika tidak, maka haramkan dia terkabulnya do’a ini”.
Maka pecahlah tangisan laki-laki tersebut, sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan keluar dari kamar tersebut.
Berbulan-bulan telah berlalu, akupun diundang lagi di studio televisi tersebut untuk melakukan siaran langsung. Saat aku masuk ke bangunan tersebut tiba-tiba ada seorang laki-laki yang tampak taat beragama menemuiku, kemudian mengucapkan salam dengan hangat, lalu mencium kepalaku, dan merendah meraih kedua tanganku untuk menciumnya, dan sungguh dia sangat terkesan.
Kukatakan kepadanya,”Mudah-mudahan Allah mensyukuri dan kelembutan dan adab Anda… saya sungguh menghargai kecintaan Anda… akan tetapi maaf, saya belum mengenal Anda…”
Maka dia berkata,”Apakah Anda masih ingat dengan kameramen yang telah Anda nasehati untuk meninggalkan rokok dua tahun yang lalu?”
Kujawab,”Ya”
Dia berkata,”Sayalah dia… demi Allah wahai syaikh… sesungguhnya aku tidak pernah meletakkah rokok dimulutku sejak saat itu”. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin

Ummu Shalih 82 tahun, Penghafal Al-Qur’an

RUBRIK KELUARGA pada Majalah Ad-Dakwah selalu menghadirkan kepada para pembacanya kisah-kisah yanq penuh keteladanan dan juga berbagai informasi yang menyejukkan hati.
Berikut ini adalah salah satu pengalaman nyata yang dimuat dalam majalah tersebut.  Mari kita simak bersama!

Ummu Shalih. 82 tahun, mulai menghafal Al-Qur’an pada usianya yang ke-70. Tamasyanya ke taman hafalan Al-Qur’an, sungguh sangat menginspirasi. Cita-citanya yang tinggi, kesabaran, dan juga pengorbanannya patut kita teladani.
Inilah hasil wawancara dengan Ummu Shalih.
Motivasi apa yang mendorong Anda untuk menghafalkan Al-Qur’an pada umur yang setua ini?
Sebenarnya, cita-cita saya untuk menghafal Al-Qur’an sudah tumbuh sejak kecil. Kala itu ayah selalu mendoakanku agar menjadj hafizhah Al-Qur’an seperti beliau dan juga seperti kakak laki-lakiku. Dari hal itulah, aku mampu menghafal beberapa surat —kira-kira 3 juz.
Ketika usiaku menginjak 13 tahun, aku menikah. Tentu setelah itu aku tersibukkan dengan urusan rumah dan anak-anakku. Ketika aku dikaruniai 7 (tujuh) orang anak, suamiku wafat.   Karena ketujuh buah hatiku masih kecil-kecil, maka seluruh waktuku tersita untuk mengurusi dan mendidik mereka.
Nah, ketika mereka sudah dewasa dan berkeluarga, maka waktu ku pun kembali luang. Dan hal yang pertama kali aku tunaikan adalah mencurahkan tenaga dan waktuku untuk mewujudkan cita-cita agungku yang tertunda untuk menghafal Kitabullah Azza wa Jalla.
Bagaimana awal perjalanan Anda dalam menghafal?
Aku mulai menghafal kembali ketika putri bungsuku masih duduk di bangku Tsanawiyah (SMP).  Dia salah satu putriku yang paling dekat denganku, dan dia sangat mencintaiku.  Sebab kakak-kakak perempuannya telah menikah dan disibukkan dengan kehidupan baru mereka.  Sedangkan, dia (putri bungsuku) tinggal bersamaku. Dia sangat santun, jujur, dan mencintai kebaikan.
Putri bungsuku pun bercita-cita untuk menghafal Al-Qur’an—terlebih ketika ustadzahnya menyemangati dirinya. Dari sinilah, saya dan juga putri bungsuku menghafal Al-Qur’an, setiap hari 10 ayat.
Bagaimana metode yang Anda gunakan untuk menghafal?
Setiap hari, kami hanya menghafal 10 ayat saja. Pada ba’da Ashar, Kami selalu duduk bersama.   Putriku membaca ayat, kemudian aku menirukannya hingga 3 (tiga) kali.   Setelah itu putriku menerangkan makna dari ayat-ayat yang Kami baca. Lantas membaca kembali ayat-ayat tersebut hingga 3 (tiga) kali.
Keesokan harinya, sebelum berangkat ke sekolah putriku mengulangi ayat-ayat tersebut untukku. Tak cukup itu saja, saya pun menggunakan tape recorder untuk mendengar murattal Syaikh Al-Hushairi, dan aku mengulanginya hingga 3 (tiga) kali. Aku pun mendengar murattal tersebut pada sebagian besar waktuku.
Kami menetapkan hari Jum’at, khusus untuk mengulangi kembali ayat-ayat yang kami hafal selama satu pekan. Demikian seterusnya, saya dan putri bungsuku selalu menghafal ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara tersebut.
Kapan Anda selesal menghafal seluruh Al-Qur’an?
Kira-.kira 4,5 tahun berjalan aku sudah hafal 12 Juz dengan cara yang telah saya sebutkan. Kemudian putriku pun menikah. Ketika suaminya mengetahui kebiasaan kami, dia pun mengontrak sebuah rumah yang dekat dengan rumahku untuk memberikan kesempatan kepadaku dan putriku untuk menyempurnakan hafalan kami.
Semoga Allah membalas kebaikan menantuku dengan kebaikan yang lebih baik. Dialah yang selalu menyemangati kami, bahkan terkadang dia menemani kami untuk menyimak hafalan kami, menafsirkan ayat-ayat yang kami baca, dan juga memberikan pelajaran-pelajaran berharga kepada kami.
Tiga tahun kemudian, putriku tersibukkan dengan urusan anak-anaknya dan pekerjaan rumahnya.   Sehingga tidak bisa melazimi kebiasaan yang telah kami jalani. Putriku pun merasa khawatir hafalanku menjadi terbengkalai. Maka, putriku pun mencarikan untukku seorang ustadzah agar dapat menemaniku menyempurnakan hafalanku.
Dengan taufik Allah Azza Wajalla aku pun telah purna menghafalkan seluruh Al-Qur’an.   Semangat putriku pun masih membara untuk menyusulku menjadi hafizhah Al-Qur’an. Bahkan,  tidak mengendur sedikit pun.
Cita-cita Anda sangat tinggi, dan Anda pun telah mewujudkannya. Siapakah sosok wanita di sekitar Anda yang selalu mendukung Anda?
Motivasi saya telah jelas dan terang. Putri-putriku, juga para menantu perempuanku pastinya selalu mendukungku. Walau hanya satu jam, kami sepakat untuk mengadakan pertemuan sepekan sekali. Dalam pertemuan itu kami menghafal beberapa surat, dan saling menyimak hafalan. Terkadang pertemuan itu pun macet. Tetapi kemudian mereka bersepakat kembali untuk bertemu. Saya yakin, niat mereka semua sangat baik.
Tak ketinggalan pula, cucu-cucu perempuanku yang selalu memberikan kaset-kaset murattal Al-Qur’an. Hingga aku pun selalu memberi mereka bermacam-macam hadiah.
Awalnya, tetangga-tetanggaku juga tidak simpatik dengan cita-citaku. Mereka selalu mengingatkanku betapa sulitnya menghafal di usia yang daya ingatnya telah lemah. Tetapi ketika mereka melihat kebulatan tekadku, akhirnya mereka pun berbalik mendukung dan menyemangatiku. Ada di antara tetanggaku yang juga ikut tersulut semangatnya untuk menghafal, dan sedikit demi sedikit hafalannya pun mulai bertambah.
Ketika tetangga-tetanggaku mengetahui bahwa aku telah purna menghafal seluruh Al-Qur’an, mereka pun sangat berbahagia. Hingga kulihat air mata bahagia menetes di pipi mereka.
Sekarang, apakah Anda merasa kesulitan untuk muraja’ah (mengulangi) hafalan?
Saya selalu mendengarkan murattal Al-Qur’an, dan menirukannya. Demikian juga ketika shalat, saya selalu membaca beberapa surat panjang. Terkadang pula saya meminta salah seorang putriku untuk menyimak hafalanku.
Di antara putra-putri Anda, adakah yang juga hafizh seperti Anda?
Tak ada satu pun dari mereka yang hafal keseluruhan Al-Qur’an. Tetapi, insya Allah mereka selalu berusaha mencapai cita-cita menjadi hafizh. Semoga Allah menyampaikan mereka pada hal tersebut dengan bimbingan-Nya.
Setelah hafal Al-Qur’an, tidak terpikirkan untuk menghafal hadits?
Saat ini, saya telah hafal 90 hadits, dan saya tetap berkeinginan untuk melanjutkannya, Insya Allah. Saya menghafalnya dengan mendengarkan dari kaset. Pada setiap akhir pekan, putriku membacakan untukku 3 (tiga) hadits. Sekarang, saya telah mencoba untuk menghafal hadits lebih banyak lagi.
Setelah kurang lebih 12 tahun Anda disibukkan dengan menghafal Al-Qur’an, perubahan apa yang Anda rasakan dalam kehidupan Anda?
Benar, saya merasakan perubahan yang mendasar dalam diri saya. Walau sebelum menghafal–untuk Allah segala pujian—saya selalu menjaga diri untuk senantiasa dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Setelah disibukkan dengan menghafalkan Al-Qur’an, justru saya merasakan kelapangan hati yang tak terkira, dan sirnalah seluruh kecemasan dalam diriku. Saya pun tidak pernah menyangka akan terbebas dari perasaan khawatir terhadap urusan-urusan yang menimpa anak-anakku.
Moral dan spiritku benar-benar terangkat. Hingga aku pun rela berpayah-payah untuk mewujudkan kerinduanku dalam mewujudkan cita-citaku. Inilah nikmat terbesar yang diberikan oleh Sang Khaliq Azza Wajalla kepadaku sebagai wanita tua, suami pun telah tiada, dan juga anak-anaknya pun mulai berkeluarga.
Di saat wanita lanjut usia lainnya terjebak dalam angan-angan dan lamunan. Tetapi aku —segala puji hanya untuk Allah— tidak merasakan hal yang demikian. Saya benar-benar tersibukkan dengan urusan besar yang memiliki faedah di dunia dan akhirat.
Ketika itu, apakah Anda tidak berpikir untuk mendaftarkan diri pada sebuah pesantren penghafal Al-Qur’an?
Pernah beberapa wanita yang mengusulkan kepadaku, tapi saya adalah wanita yang terbiasa untuk berdiam diri di dalam rumah dan jarang sekali keluar rumah. Alhamdulillah, karena putriku telah mencukupi segalanya dan membantuku dalam segala urusan. Sungguh, putriku benar-benar tidak ada duanya. Aku pun telah banyak mengambil pelajaran darinya.
Apa yang terkesan dalam diri Anda tentang putri bungsu Anda yang telah membimbing dan mendampingi Anda?
Putri bungsuku telah memberikan pelajaran mengagumkan dalam kebaikan dan kedermawanan yang keduanya sulit ditemui pada zaman sekarang. Terlebih dia mendampingiku menghafal Al-Qur’an pada usia ABG. Padahal,usia ini adalah usia labil yang mudah terombang-ambing dan tergoda dengan keadaan yang menjerumuskan.
Tidak seperti umumnya teman-teman seusianya, putriku memaksakan diri untuk meluangkan waktunya untuk mendampingiku. Dia pun mengajari dan mendampinqiku dengan tekun, sabar, dan penuh kelembutan. Suaminya pun demikian —semoga Allah senantiasa menjaganya, selalu menolong dan telah memberikan bantuan yang begitu banyak. Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan kepada mereka berdua dan menyejukkan pandangan mata mereka dengan anak-anak yang shalih.
Apa saran Anda kepada wanita yang telah lanjut usia, dan menginginkan untuk dapat menghafalkan Al-Qur’an, tetapi terhalang oleh rasa khawatir dan merasa tidak mampu untuk melaksanakannya?
Saya katakan, “Jangan berputus asa terhadap cita-cita yang benar. Teguhkanlah keinginanmu, bulatkan tekadmu, dan berdoalah kepada Allah di setiap waktu. Kemudian, mulailah sekarang juga. Setelah umurmu berlalu dan kau curahkan seluruhnya untuk memenuhi tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga, mendidik anak, dan mengurus suami. Maka sekarang saatnyalah Anda memanjakan diri. Bukan berarti kemudian memperbanyak keluar rumah, memuaskan diri dengan tidur, bermewah-mewah, dan banyak beristirahat. Tetapi memanjakan diri dengan amal shalih.  Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita memohon khusnul khatimah.
Nasihat Anda terhadap para remaja?
Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Nikmat Allah berupa kesehatan, dan banyaknya waktu luangmu, maksimalkanlah untuk menghafal kitab Allah Azza Wa Jalla. Inilah cahaya yang akan menyinari hatimu, hidupmu, dan kuburmu setelah engkau mati.
Jika kalian masih memiliki ibu, bersungguh-sungguhlah dalam membimbingnya menuju ketaatan kepada Allah. Demi Allah, tidak ada nikmat yang lebih dicintai seorang ibu kecuali seorang anak shalih yang mau menolongnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla.
sumber

http://jilbab.or.id/archives/962-ummu-shalih-82-tahun-penghafal-al-quran/