Jumat, 31 Mei 2013

Jeritan Wanita Barat dan Kekagumannya Kepada Wanita Muslimah…

Jeritan wanita barat dan kekagumannya kepada wanita Muslimah…


Joana Francis adalah seorang penulis dan wartawan asal AS. Dalam situs Crescent and the Cross, perempuan yang menganut agama Kristen itu menuliskan ungkapan hatinya tentang kekagumannya pada perempuan-perempuan Muslim di Libanon .


Apa yang ditulis Francis, meski ditujukan pada para Muslimah di Libanon, bisa menjadi cermin dan semangat bagi para Muslimah dimanapun untuk bangga akan identitasnya menjadi seorang perempuan Muslim, apalagi di tengah kehidupan modern dan derasnya pengaruh budaya Barat yang bisa melemahkan keyakinan dan keteguhan seorang Muslimah untuk tetap mengikuti cara-cara hidup yang diajarkan Islam.


Karena di luar sana, banyak kaum perempuan lain yang iri melihat kehidupan dan kepribadian para perempuan Muslim yang masih teguh memegang ajaran-ajaran agamanya. Inilah ungkapan kekaguman Francis sekaligus pesan yang disampaikannya untuk perempuan-perempuan Muslim dalam tulisannya bertajuk
“Kepada Saudariku Para Muslimah”;.

Aku menyaksikan perempuan-perempuan yang membawa bayi atau anak-anak yang mengelilingi mereka. Aku menyaksikan bahwa meski mereka mengenakan pakaian yang sederhana, kecantikan mereka tetap terpancar dan kecantikan itu bukan sekedar kecantikan fisik semata.
Tapi aku tidak bisa memungkiri kekagumanku melihat ketegaran, kecantikan, kesopanan dan yang paling penting kebahagiaan yang tetap terpancar dari wajah kalian.

Kelihatannya aneh, tapi itulah yang terjadi padaku, kalian tetap terlihat lebih bahagia dari kami ( perempuan AS) di sini karena kalian menjalani kehidupan yang alamiah sebagai perempuan. Di Barat, kaum perempuan juga menjalami kehidupan seperti itu sampai era tahun 1960-an, lalu kami juga dibombardir dengan musuh yang sama. Hanya saja, kami tidak dibombardir dengan amunisi, tapi oleh tipu muslihat dan korupsi moral.

Perangkap Setan

Mereka membombardir kami, rakyat Amerika dari Hollywood dan bukan dari jet-jet tempur atau tank-tank buatan Amerika.

Mereka juga ingin membombardir kalian dengan cara yang sama, setelah mereka menghancurkan infrastruktur negara kalian. Aku tidak ingin ini terjadi pada kalian. Kalian akan direndahkan seperti yang kami alami. Kalian dapat menghinda dari bombardir semacam itu jika kalian mau mendengarkan sebagian dari kami yang telah menjadi korban serius dari pengaruh jahat mereka.
Apa yang kalian lihat dan keluar dari Hollywood adalah sebuah paket kebohongan dan penyimpangan realitas.

Hollywood menampilkan seks bebas sebagai sebuah bentuk rekreasi yang tidak berbahaya karena tujuan mereka sebenarnya adalah menghancurkan nilai-nilai moral di masyarakat melalui program-program beracun mereka. Aku mohon kalian untuk tidak minum racun mereka.

Karena begitu kalian mengkonsumsi racun-racun itu, tidak ada obat penawarnya. Kalian mungkin bisa sembuh sebagian, tapi kalian tidak akan pernah menjadi orang yang sama. Jadi, lebih baik kalian menghindarinya sama sekali daripada nanti harus menyembuhkan kerusakan yang diakibatkan oleh racun-racun itu.

Mereka akan menggoda kalian dengan film dan video-video musik yang merangsang, memberi gambaran palsu bahwa kaum perempuan di AS senang, puas dan bangga berpakaian seperti pelacur serta nyaman hidup tanpa keluarga.

Percayalah, sebagian besar dari kami tidak bahagia.

Jutaan kaum perempuan Barat bergantung pada obat-obatan anti-depresi, membenci pekerjaan mereka dan menangis sepanjang malam karena perilaku kaum lelaki yang mengungkapkan cinta, tapi kemudian dengan rakus memanfaatkan mereka lalu pergi begitu saja.
Orang-orang seperti di Hollywood hanya ingin menghancurkan keluarga dan
meyakinkan kaum perempuan agar mau tidak punya banyak anak.

Mereka mempengaruhi dengan cara menampilkan perkawinan sebagai bentuk perbudakan, menjadi seorang ibu adalah sebuah kutukan, menjalani kehidupan yang fitri dan sederhana adalah sesuatu yang usang. Orang-orang seperti itu menginginkan kalian merendahkan diri kalian sendiri dan kehilangan imam. Ibarat ular yang menggoda Adam dan Hawa agar memakan buah terlarang. Mereka tidak menggigit tapi mempengaruhi pikiran kalian.

Aku melihat para Muslimah seperti batu permata yang berharga, emas murni dan mutiara yang tak ternilai harganya. Alkitab juga sebenarnya mengajarkan agar kaum perempuan menjaga kesuciannya, tapi banyak kaum perempuan di Barat yang telah tertipu.

Model pakaian yang dibuat para perancang Barat dibuat untuk mencoba meyakinkan kalian bahwa asset kalian yang paling berharga adalah seksualitas. Tapi gaun dan kerudung yang dikenakan para perempuan Muslim lebih “seksi” daripada model pakaian Barat, karena busana itu menyelubungi kalian sehingga terlihat seperti sebuah “misteri” dan menunjukkan harga diri serta kepercayaan diri para muslimah.

Seksualiatas seorang perempuan harus dijaga dari mata orang-orang yang tidak layak, karena hal itu hanya akan diberikan pada laki-laki yang mencintai dan menghormati perempuan, dan cukup pantas untuk menikah dengan kalian. Dan karena lelaki di kalangan Muslim adalah lelaki yang bersikap jantan, mereka berhak mendapatkan yang terbaik dari kaum perempuannya.

Tidak seperti lelaki kami di Barat, mereka tidak kenal nilai sebuah mutiara yang berharga, mereka lebih memilih kilau berlian imitasi sebagai gantinya dan pada akhirnya bertujuan untuk membuangnya juga.

Modal yang paling berharga dari para muslimah adalah kecantikan batin kalian, keluguan dan segala sesuatu yang membentuk diri kalian. Tapi saya perhatikan banyak juga muslimah yang mencoba mendobrak batas dan berusaha menjadi seperti kaum perempuan di Barat, meski mereka mengenakan kerudung.

Mengapa kalian ingin meniru perempuan-perempuan yang telah menyesal atau akan menyesal, yang telah kehilangan hal-hal paling berharga dalam hidupnya? Tidak ada kompensasi atas kehilangan itu. Perempuan-perempuan Muslim adalah berlian tanpa cacat. Jangan biarkan hal demikian menipu kalian, untuk menjadi berlian imitasi. Karena semua yang kalian lihat di majalah mode dan televisi Barat adalah dusta, perangkap setan, emas palsu.

Kami Butuh Kalian, Wahai Para Muslimah !
Aku akan memberitahukan sebuah rahasia kecil, sekiranya kalian masih penasaran; bahwa seks sebelum menikah sama sekali tidak ada hebatnya.

Kami menyerahkan tubuh kami pada orang kami cintai, percaya bahwa itu adalah cara untuk membuat orang itu mencintai kami dan akan menikah dengan kami, seperti yang sering kalian lihat di televisi
. Tapi sesungguhnya hal itu sangat tidak menyenangkan, karena tidak ada jaminan akan adanya perkawinan atau orang itu akan selalu bersama kita.

Itu adalah sebuah Ironi! Sampah dan hanya akan membuat kita menyesal.
Karena hanya perempuan yang mampu memahami hati perempuan. Sesungguhnya perempuan dimana saja sama, tidak peduli apa latar belakang ras, kebangsaan atau agamanya.
Perasaan seorang perempuan dimana-mana sama. Ingin memiliki sebuah keluarga dan memberikan kenyamanan serta kekuatan pada orang-orang yang mereka cintai.

Tapi kami, perempuan Amerika, sudah tertipu dan percaya bahwa kebahagiaan itu ketika kami memiliki karir dalam pekerjaan, memiliki rumah sendiri dan hidup sendirian, bebas bercinta dengan siapa saja yang disukai.

Sejatinya, itu bukanlah kebebasan, bukan cinta. Hanya dalam sebuah ikatan perkawinan yang bahagialah, hati dan tubuh seorang perempuan merasa aman untuk mencintai.
Dosa tidak akan memberikan kenikmatan, tapi akan selalu menipu kalian. Meski saya sudah memulihkan kehormatan saya, tetap tidak tergantikan seperti kehormatan saya semula.
Kami, perempuan di Barat telah dicuci otak dan masuk dalam pemikiran bahwa kalian, perempuan Muslim adalah kaum perempuan yang tertindas. Padahal kamilah yang benar-benar tertindas, menjadi budak mode yang merendahkan diri kami, terlalu resah dengan berat badan kami, mengemis cinta dari orang-orang yang tidak bersikap dewasa.

Jauh di dalam lubuk hati kami, kami sadar telah tertipu dan diam-diam kami mengagumi para perempuan Muslim meski sebagian dari kami tidak mau mengakuinya. Tolong, jangan memandang rendah kami atau berpikir bahwa kami menyukai semua itu. Karena hal itu tidak sepenuhnya kesalahan kami.

Sebagian besar anak-anak di Barat, hidup tanpa orang tua atau hanya satu punya orang tua saja ketika mereka masih membutuhkan bimbingan dan kasih sayang.
Keuarga-keluarga di Barat banyak yang hancur dan kalian tahu siapa dibalik semua kehancuran ini. Oleh sebab itu, jangan sampai tertipu saudari muslimahku, jangan biarkan budaya semacam itu mempengaruhi kalian.

Tetaplah menjaga kesucian dan kemurnian. Kami kaum perempuan Kristiani perlu melihat bagaimana kehidupan seorang perempuan seharusnya. Kami membutuhkan kalian, para Muslimah, sebagai contoh bagi kehidupan kami, karena kami telah tersesat. Berpegang teguhlah pada kemurnian kalian sebagai Muslimah dan berhati-hatilah !.

sumber :
note seorang sahabat
Ahmad Come- Mahlili Yusup

Kamis, 30 Mei 2013

kisah nyata : KISAH CERDIKNYA SEORANG PEMUDA YANG IKHLAS

Yang menyaksikan kisah ini berkata :

Suatu hari aku di Mekah di salah satu supermarket. Setelah aku selesai memilih barang-barang yang hendak aku beli dan aku masukan ke kereta barang maka akupun menuju tempat salah satu kasir untuk ngantri membayar. Di depanku ada seorang wanita bersama dua putri kecilnya, dan sebelum mereka ada seorang pemuda yang persis di hadapanku di posisi antrian. Aku perhatikan ternyata setelah menghitung lalu sang kashir mengatakan, "Totalnya 145 real". Lalu sang wanitapun memasukan tangannya ke tas kecilnya untuk mencari-cari uang, ternyata ia hanya mendapatkan pecahan 50 realan dan beberapa lembar pecahan sepuluhan realan. Aku juga melihat kedua putrinya juga sibuk mengumpulkan uang pecahan realan miliki mereka berdua hingga akhirnya terkumpulah uang mereka 125 real. Maka nampaklah ibu mereka berdua kebingungan dan mulailah sang ibu mengembalikan sebagian barang-barang yang telah dibelinya. Salah seorang putrinya berkata, "Bu.., yang ini kami tidak jadi beli, tidak penting bu..".
Tiba-tiba aku melihat sang pemuda yang berdiri persis di belakang mereka melemparkan selembar uang 50 realan di samping sang wanita dengan sembunyi-sembunyi dan cepat. Lalu sang pemuda tersebut segera berbicara kepada sang wanita dengan penuh kesopanan dan ketenangan seraya berkata, "Ukhti, perhatikan, mungkin uang 50 realan ini jatuh dari tas kecilmu…".
Lalu sang pemuda menunduk dan mengambil uang 50 realan tersebut dari lantai lalu ia berikan kepada sang wanita. Sang wanitapun berterima kasih kepadanya lalu melanjutkan pembayaran barang ke kasir, kemudian wanita itupun pergi.
Setelah sang pemuda menyelesaikan pembayaran barang belanjaannya di kasir iapun segera pergi tanpa melirik ke belakang seakan-akan ia kabur melarikan diri. Akupun segera menyusulnya lalu aku berkata, "Akhi…sebentar dulu…!, aku ingin berbicara denganmu sebentar". Lalu aku bertanya kepadanya, "Demi Allah, bagaimana kau punya ide yang cepat dan cemerlang seperti tadi?"
Tentunya pada mulanya sang pemuda berusaha mengingkari apa yang telah ia lakukan, akan tetapi setelah aku kabarkan kepadanya bahwa aku telah menyaksikan semuanya, dan aku menenangkannya dan menjelaskan bahwasanya aku bukanlah penduduk Mekah, aku hanya menunaikan ibadah umroh dan aku akan segera kembali ke negeriku, dan kemungkinan besar aku tidak akan melihatnya lagi. Lalu iapun berkata, "Saudaraku, demi Allah aku tadi bingung juga, apa yang harus aku lakukan, selama dua menit tatkala sang wanita dan kedua putrinya berusaha mengumpulkan uang mereka untuk membayar kasir…, akan tetapi Robmu Allah subhaanahu wa ta'aala mengilhamkan kepadaku apa yang telah aku lakukan tadi, agar aku tidak menjadikan sang wanita malu di hadapan kedua putrinya… Demi Allah, saya mohon agar engkau tidak bertanya-tanya lagi dan biarkan aku pergi".
Aku berkata kepadanya, "Wahai saudaraku, aku berharap engkau termasuk dari orang-orang yang Allah berfirman tentang mereka :
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (٥) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (٦) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (٧)
"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah" (QS Al-Lail 5-7)
Lalu sang pemuda itupun menangis, lalu meminta izin kepadaku dan berjalan menuju mobilnya sambil menutup wajahnya.

Menikah Tetapi Niat Untuk Diceraikan dan Bagaimana Hukumnya Nikah Kontrak di Puncak ?

Assalamu Alaikum Ustadz…

Ana mau menanyakan, sebenarnya ana malu bertanya ini, bolehkah ana menikahi seorang gadis, tetapi sebenarnya ana mau ceraikan dalam sekian waktu ke depan, karena ana sebenarnya sudah punya isteri di tanah air, bagaimana Ustadz menurut Islamnya gimana?
Hamba Allah,

Wassalamu Alaikum
,
Ada sebuah kasus, seorang laki-laki Mesir yang sudah mempunyai istri dan anak  pergi ke Negara Arab Saudi untuk bekerja selama dua tahun. Untuk menghindari perzinaan, akhirnya dia menikah dengan wanita yang berasal dari Pilipina yang kebetulan juga mempunyai kontrak kerja di Negara tersebut. Laki-laki Mesir tersebut ketika menikah, ada niat dalam dirinya, jika telah selesai kontrak kerjanya di Arab Saudi, maka istrinya yang dari Pilipina tersebut akan diceraikan, boleh jadi istrinya yang dari Pilipina tersebut mengetahui niat tersebut, boleh jadi juga dia tidak mengetahuinya.
Bagaimana hukum pernikahan tersebut menurut pandangan Islam ?
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menikah dengan niat cerai, sebagaimana dalam kasus di atas  :

Pendapat Pertama menyatakan bahwa nikah dengan niat cerai hukumnya boleh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Berkata Imam Al – Zurqani dari madzhab Maliki di dalam Syarh al Muwatho’ : “ Dan mereka sepakat bahwasanya siapa yang menikah secara mutlak, sedangkan dia berniat untuk tidak bersamanya ( istrinya) kecuali sebatas waktu yang dia niatkan, maka hal itu dibolehkan dan bukan merupakan nikah mut’ah. “
Berkata Imam Nawawi dari madzhab Syafi’i di dalam Syarh Shohih Muslim ( 9/182 ) : “ Berkata al Qadhi : “  Mereka sepakat bahwa seseorang yang menikah dengan akad nikah mutlak ( akad yang telah memenuhi rukun dan syaratnya ), tetapi di dalam hatinya ada niat untuk tidak bersama istrinya kecuali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan niatnya, maka nikah tersebut sah, dan bukan termasuk nikah mut’ah.”
Berkata Ibnu Qudamah dari madzhab Hambali  di dalam  Al Mughni  (  7/537 ) : “ Jika seseorang menikahi perempuan tanpa ada syarat, hanya saja di dalam hatinya ada niat untuk menceraikan setelah satu bulan , atau menceraikannya jika dia telah menyelesaikan pekerjaannya di kota ini, maka jika seperti itu, maka pernikahannya tetap sah menurut pendapat mayoritas ulama, kecuali Al Auza’i yang mengatakan bahwa hal tersebut termasuk nikah mut’ah. Tetapi pendapat yang benar bahwa hal tersebut tidaklah apa-apa, dan niat tersebut tidak berpengaruh”.
Mereka beralasan bahwa pernikahan tersebut telah memenuhi syarat dan rukunnya, sehingga secara lahir hukumnya sah. Adapun hati dan niat diserahkan urusannya kepada Allah swt, selama itu tidak tertulis di dalam akad nikah. Karena, barangkali calon suami ada niat untuk menceraikannya, tapi ternyata setelah menikah dia senang dan merasa cocok dengan istrinya tersebut, atau karena pertimbangan lain, sehingga dia tidak jadi menceraikannya.

Pendapat Kedua

menyatakan bahwa nikah dengan niat cerai hukumnya haram. Ini adalah pendapat madzhab Ahmad dalam riwayat yang masyhur dan pendapat Imam Auza’i, serta al-Majma’ al-Fiqh al-Islami, Rabithah al-Ulama al-Islami pada pertemuannya yang ke- 18 yang diadakan di Mekkah pada tanggal 10-14 Rabi’ul Awal 1427 H / 8-12 April 2006 M.
Maksud dari haram disini adalah tidak boleh dilakukan, tetapi jika seseorang tetap melakukannya, maka ia berdosa, karena di dalamnya mengandung unsur penipuan, tetapi walaupun begitu pernikahan tersebut tetap sah, sedang niatnya batil dan niat tersebut harus diurungkan.
Mereka beralasan bahwa tujuan pernikahan adalah mendapatkan ketenangan, kasih sayang, dan ketentraman, sebagaimana firman Allah swt :
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang-orang yang mau berfikir.” ( Qs Ar Rum : 31 )
Menikah dengan niat cerai telah menyalahi tujuan dari pernikahan sebagaimana yang tersebut pada ayat di atas.
Selain itu, bahwa pada dasarnya kehormatan ( kemaluan ) seorang wanita adalah haram, kecuali  melalui pernikahaan yang sah prosesnya dan benar maksudnya. Di dalam pernikahan yang ada niat untuk menceraikan istrinya adalah pernikahan yang  maksudnya sudah tidak benar dahulu, sehingga menjadi tidak boleh. Ini sesuai dengan hukum nikah muhalil, yaitu pernikahan dengan maksud hanya ingin menghalalkan wanita yang telah diceraikan suaminya tiga kali, dan suami ingin kembali lagi kepada istri  tersebut, tetapi syaratnya dia harus dinikahi oleh lelaki lain dan keduanya telah melakukan hubungan suami istri, setelah itu istri itu diceraikan, agar suami yang pertama bisa menikahinya kembali. Pernikahan semacam ini hukumnya haram, karena niatnya tidak benar, yaitu hanya sekedar untuk menghalalkan wanita tersebut. Kalau nikah muhalil diharamkan, maka begitu juga halnya dengan menikah dengan niat cerai. Niat dalam masalah ini sangat berpengaruh di dalam pernikahan, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
 Sesungguhnya perbuatan itu tergantung kepada niatnya “ ( HR Bukhari )


Pendapat ketiga

menyatakan bahwa nikah dengan niat cerai hukumnya boleh tapi makruh. Ini pendapat Abul Khair al Imrani dan Ibnu Taimiyah, sebagaimana di dalam (Majmu’ Fatawa : 32/107-108),  tetapi di tempat lain Ibnu Taimiyah berpendapat boleh (  Majmu’ Fatawa : 32/ 147)
Berkata Abu al al Khoir al Imran yang wafat pada tahun 558 H, di dalam bukunya al Bayan, (Dar al Minhaj): 9/ 279: “Jika ia menikahinya dan berniat di dalam hatinya akan hal tersebut ( yaitu ingin menceraikannya), kemudian ia menikahinya dengan pernikahan mutlak, maka hal tersebut makruh, tetapi tetap sah. “  (Bisa dirujuk pula dalam Mujib al Muthi’i, Takmilah al- Majmu’: 17/ 352 )
Kalau dikatakan nikah ini seperti nikah mut’ah, maka penyamaan seperti ini tidak benar, karena keduanya ada perbedaan yang sangat menyolok diantaranya :
  1. Nikah Mut’ah menyebutkan syarat tersebut di dalam akad pernikahan, sedang nikah ini ( nikah dengan niat talak ) tidak disebutkan.
  2. Nikah Mut’ah tidak ada perceraian dan tidak ada masa iddah, jika masanya habis, pernikahan tersebut dengan sendirinya bubar. Sedang dalam nikah ini ada perceraian dan ada iddahnya juga, sebagaimana pernikahan pada umumnya.
  3. Nikah Mut’ah jika masa kontraknya habis, maka pernikahan tersebut harus dibubarkan. Kalau keduanya ingin melangsungkan pernikahannya lagi, harus dengan akad baru. Sedang dalam pernikahan dengan niat cerai, bisa jadi tidak terjadi perceraian sebagaimana diniatkan, bahkan mungkin berlangsung terus sebagaimana pernikahan pada umumnya.
Kesimpulan dari keterangan di atas, bahwa menikah dengan niat cerai hukumnya boleh menurut pendapat mayoritas ulama, tetapi makruh, maka sebaiknya ditinggalkan. Maksud dari boleh dan sah di sini adalah bahwa hasil dari pernikahan tersebut diakui oleh Islam, yaitu  anak yang lahir dari pernikahan tersebut adalah anak yang sah dan dinisbatkan kepada orang tuanya, suami diwajibkan untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya, jika salah satu dari kedua orangtuanya meninggal dunia, maka anak-anaknya berhak mendapatkan warisan darinya, dan hal-hal lainnya.
Dan ini berlaku bagi orang-orang yang sedang dalam perjalan keluar negri atau tempat yang jauh dalam suatu tugas atau berdagang atau belajar ilmu, sedangkan dia takut untuk terjerumus di dalam maksiat atau perzinaan. Dalam keadaan seperti ini, mayoritas ulama memberikan jalan keluar yaitu membolehkan menikah dengan niat cerai jika telah menyelesaikan tugasnya. Dan ini lebih baik dari pada terjerumus di dalam maksiat atau perzinaan. Walaupun demikian, para ulama menganjurkan untuk  menikah sebagaimana biasanya, tanpa harus berniat untuk menceraikannya, karena tanpa itupun, dibolehkan baginya untuk menceraikan istrinya. Kenapa harus mempersulit diri sendiri dengan menyertakan niat cerai dan menjerumuskan diri pada hal-hal yang para ulama masih berselisih tentang  hukumnya.


Nikah Kontrak di Puncak


Adapun kasus yang terjadi di puncak Bogor, atau tepatnya di daerah Cisarua, yaitu banyaknya perempuan Indonesia yang melakukan pernikahan dengan sebagian orang asing yang berasal dari Timur Tengah  dengan nikah kontrak, bukanlah termasuk dalam pembahasan kita. Karena pernikahan tersebut hanyalah untuk membungkus tindakan tercela mereka untuk melampiaskan syahwat seksual dan syahwat materi.  Dalam nikah kontrak tersebut, tidak ada sama sekali terdetik di dalam hati kedua mempelai tersebut untuk tinggal dan hidup bersama pasangannya dalam waktu yang panjang atau selama-lamanya. Bahkan keduanya sudah mengetahui bahwa pernikahan yang berlangsung tersebut hanyalah bersifat sementara antara satu minggu sampai satu bulan saja.
Setelah sampai batas waktu yang mereka sepakati bersama, maka mereka berpisah, mungkin dengan cara suaminya menceraikan istrinya atau sekedar berpisah begitu saja. Dengan pernikahan tersebut seorang  laki-laki bisa melampiaskan syahwat seksualnya sesuka hatinya, dan sebaliknya seorang wanita bisa melampiaskan syahwat materinya dengan mendapatkan harta yang melimpah dari laki-laki tersebut. Oleh karenanya, kadang kita dapatkan seorang wanita bisa menikah dalam satu tahun dengan sepuluh  laki-laki, atau seperti yang diungkap oleh salah satu sumber yang dipercaya bahwa seorang laki-laki yang masih sangat muda sudah melakukan pernikahan dengan 100 wanita lebih dengan cara nikah kontrak sepert ini.
Sampai sekarang belum kita dengar satu ulamapun yang membolehkan pernikahan kontrak seperti yang terjadi di Cisarua ini, karena kerusakan yang ditimbulkan darinya sangat banyak dan dahsyat serta membahayakan generasi Islam. Wallahu A’lam.

FATWA MUI TERBARU TENTANG ARMINAREKA ???


Jumat, 24 Mei 2013

kisah nyata : Ayahku, mari kita sholat...

Satu lagi, kisah nyata di zaman ini. Seorang penduduk Madinah berusia 37 tahun, telah menikah, dan mempunyai beberapa orang anak. Ia termasuk orang yang suka lalai, dan sering berbuat dosa besar, jarang menjalankan shalat, kecuali sewaktu-waktu saja, atau karena tidak enak dilihat orang lain.
Penyebabnya, tidak lain karena ia bergaul akrab dengan orang-orang jahat dan para dukun. Tanpa ia sadari, syetan setia menemaninya dalam banyak kesempatan.
Ia bercerita mengisahkan tentang riwayat hidupnya:
“Saya memiliki anak laki-laki berusia 7 tahun, bernama Marwan. Ia bisu dan tuli. Ia dididik ibunya, perempuan shalihah dan kuat imannya.
Suatu hari setelah adzan maghrib saya berada di rumah bersama anak saya, Marwan. Saat saya sedang merencanakan di mana berkumpul bersama teman-teman nanti malam, tiba-tiba, saya dikejutkan oleh anak saya. Marwan mengajak saya bicara dengan bahasa isyarat yang artinya, ”Mengapa engkau tidak shalat wahai Abi?”
Kemudian ia menunjukkan tangannya ke atas, artinya ia mengatakan bahwa Allah yang di langit melihatmu.
Terkadang, anak saya melihat saya sedang berbuat dosa, maka saya kagum kepadanya yang menakut-nakuti saya dengan ancaman Allah.
Anak saya lalu menangis di depan saya, maka saya berusaha untuk merangkulnya, tapi ia lari dariku.
Tak berapa lama, ia pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, meskipun belum sempurna wudhunya, tapi ia belajar dari ibunya yang juga hafal Al-Qur’an. Ia selalu menasihati saya tapi belum juga membawa faidah.
Kemudian Marwan yang bisu dan tuli itu masuk lagi menemui saya dan memberi isyarat agar saya menunggu sebentar… lalu ia shalat maghrib di hadapan saya.
Setelah selesai, ia bangkit dan mengambil mushaf Al-Qur’an, membukanya dengan cepat, dan menunjukkan jarinya ke sebuah ayat (yang artinya):
”Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Allah Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaithan” (Maryam: 45)
Kemudian, ia menangis dengan kerasnya. Saya pun ikut menangis bersamanya. Anak saya ini yang mengusap air mata saya.
Kemudian ia mencium kepala dan tangan saya, setalah itu berbicara kepadaku dengan bahasa isyarat yang artinya, ”Shalatlah wahai ayahku sebelum ayah ditanam dalam kubur dan sebelum datangnya adzab!”
Demi Allah, saat itu saya merasakan suatu ketakutan yang luar biasa. Segera saya nyalakan semua lampu rumah. Anak saya Marwan mengikutiku dari ruangan satu ke ruangan lain sambil memperhatikan saya dengan aneh.
Kemudian, ia berkata kepadaku (dengan bahasa isyarat), ”Tinggalkan urusan lampu, mari kita ke Masjid Besar (Masjid Nabawi).”
Saya katakan kepadanya, ”Biar kita ke masjid dekat rumah saja.”
Tetapi anak saya bersikeras meminta saya mengantarkannya ke Masjid Nabawi.
Akhirnya, saya mengalah kami berangkat ke Masjid Nabawi dalam keadaan takut… Dan Marwan selalu memandang saya.
Kami masuk menuju Raudhah. Saat itu Raudhah penuh dengan manusia, tidak lama datang waktu iqamat untuk shalat isya’, saat itu imam masjid membaca firman Allah (yang artinya),
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui” (An-Nuur: 21)
Saya tidak kuat menahan tangis. Marwan yang berada disampingku melihat aku menangis, ia ikut menangis pula. Saat shalat ia mengeluarkan tissue dari sakuku dan mengusap air mataku dengannya.
Selesai shalat, aku masih menangis dan ia terus mengusap air mataku. Sejam lamanya aku duduk, sampai anakku mengatakan kepadaku dengan bahasa isyarat, ”Sudahlah wahai Abi!”
Rupanya ia cemas karena kerasnya tangisanku. Saya katakan, ”Kamu jangan cemas.”
Akhirnya, kami pulang ke rumah. Malam itu begitu istimewa, karena aku merasa baru terlahir kembali ke dunia.
Istri dan anak-anakku menemui kami. Mereka juga menangis, padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi.
Marwan berkata tadi Abi pergi shalat di Masjid Nabawi. Istriku senang mendapat berita tersebut dari Marwan yang merupakan buah dari didikannya yang baik.
Saya ceritakan kepadanya apa yang terjadi antara saya dengan Marwan. Saya katakan, “Saya bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah, apakah kamu yang mengajarkannya untuk membuka mushaf Al-Qur’an dan menunjukkannya kepada saya?”
Dia bersumpah dengan nama Allah sebanyak tiga kali bahwa ia tidak mengajarinya. Kemudian ia berkata, “Bersyukurlah kepada Allah atas hidayah ini.”
Malam itu adalah malam yang terindah dalam hidup saya. Sekarang -alhamdulillah- saya selalu shalat berjamaah di masjid dan telah meninggalkan teman-teman yang buruk semuanya. Saya merasakan manisnya iman dan merasakan kebahagiaan dalam hidup, suasana dalam rumah tangga harmonis penuh dengan cinta, dan kasih sayang.
Khususnya kepada Marwan saya sangat cinta kepadanya karena telah berjasa menjadi penyebab saya mendapatkan hidayah Allah.”

Kamis, 23 Mei 2013

BAHAYA GHIBAH YANG JARANG DIKETAHUI


oleh: Tim Al Ilmu Jember
Islam merupakan agama sempurna yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kepada umat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam. Kesempurnaan Islam ini menunjukkan bahwa syariat yang dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam itu adalah rahmatal lil’alamin. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengkhabarkan di dalam firman-Nya (artinya): “Tidaklah Aku mengutusmu melainkan sebagai rahmatal lil’alamin.” (Al Anbiya’: 107)
Diantara wujud kesempurnaan agama Islam sebagai rahmatal lil’alamin, adalah Islam benar-benar agama yang dapat menjaga, memelihara dan menjunjung tinggi kehormatan, harga diri, harkat dan martabat manusia secara adil dan sempurna. Kehormatan dan harga diri merupakan perkara yang prinsipil bagi setiap manusia.
Setiap orang pasti berusaha untuk menjaga dan mengangkat harkat dan martabatnya. Ia tidak rela untuk disingkap aib-aibnya atau pun dibeberkan kejelekannya. Karena hal ini dapat menjatuhkan dan merusak harkat dan martabatnya di hadapan orang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِم حَرَامٌ دَمُهُ وَ عِرْضُهُ وَ مَالُهُ
“Setiap muslim terhadap muslim lainnya diharamakan darahnya, kehormatannya, dan juga hartanya.” (H.R Muslim no. 2564)
Hadits di atas menjelaskan tentang eratnya hubungan persaudaraan dan kasih sayang sesama muslim. Bahwa setiap muslim diharamkan menumpahkan darah (membunuh) dan merampas harta saudaranya seiman. Demikian pula setiap muslim diharamkan melakukan perbuatan yang dapat menjatuhkan, meremehkan, atau pun merusak kehormatan saudaranya seiman. Karena tidak ada seorang pun yang sempurna dan ma’shum (terjaga dari kesalahan) kecuali para Nabi dan Rasul. Sebaliknya selain para Nabi dan Rasul termasuk kita tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan.
Suatu fenomena yang lumrah terjadi di masyarakat kita dan cenderung disepelekan, padahal akibatnya cukup besar dan membahayakan, yaitu ghibah (menggunjing). Karena dengan perbuatan ini akan tersingkap dan tersebar aib seseorang, yang akan menjatuhkan dan merusak harkat dan martabatnya.
Tahukah anda apa itu ghibah? Sesungguhnya kata ini tidak asing lagi bagi kita. Ghibah ini erat kaitannya dengan perbuatan lisan, sehingga sering terjadi dan terkadang di luar kesadaran.
Ghibah adalah menyebutkan, membuka, dan membongkar aib saudaranya dengan maksud jelek. Al Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Para shahabat berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ، إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang dia membecinya, jika yang engkau sebutkan tadi benar-benar ada pada saudaramu sungguh engkau telah berbuat ghibah, sedangkan jika itu tidak benar maka engkau telah membuat kedustaan atasnya.”
Di dalam Al Qur’anul Karim Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat mencela perbuatan ghibah, sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing (ghibah) kepada sebagian yang lainnya. Apakah kalian suka salah seorang diantara kalian memakan daging saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kalian membencinya. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Pengasih.” (Al Hujurat: 12)
Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i berkata dalam tafsirnya: “Sungguh telah disebutkan (dalam beberapa hadits) tentang ghibah dalam konteks celaan yang menghinakan. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan orang yang berbuat ghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala … (pada ayat di atas). Tentunya itu perkara yang kalian benci dalam tabi’at, demikian pula hal itu dibenci dalam syari’at. Sesungguhnya ancamannya lebih dahsyat dari permisalan itu, karena ayat ini sebagai peringatan agar menjauh/lari (dari perbuatan yang kotor ini -pent). ” (Lihat Mishbahul Munir)
Suatu hari Aisyah radhiyallahu’anha pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tentang Shafiyyah bahwa dia adalah wanita yang pendek. Maka beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَو مُزِجَتْ بِمَاءِ البَحْرِ لَمَزَجَتْهُ
“Sungguh engkau telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau seandainya dicampur dengan air laut niscaya akan merubah air laut itu.” (H.R. Abu Dawud 4875 dan lainnya)
Asy Syaikh Salim bin Ied Al Hilali berkata: “Dapat merubah rasa dan aroma air laut, disebabkan betapa busuk dan kotornya perbutan ghibah. Hal ini menunjukkan suatu peringatan keras dari perbuatan tersebut.” (Lihat Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin 3/25)
Sekedar menggambarkan bentuk tubuh seseorang saja sudah mendapat teguran keras dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, lalu bagaimana dengan menyebutkan sesuatu yang lebih keji dari itu?
Dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَصُدُوْرَهُمْ ، فَقُلْتُ مَنْ هؤُلاَءِ يَاجِبْرِيْلُ؟ قَالَ : هؤُلاَءِ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسِ وَيَقَعُوْنَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
“Ketika aku mi’raj (naik di langit), aku melewati suatu kaum yang kuku-kukunya dari tembaga dalam keadaan mencakar wajah-wajah dan dada-dadanya. Lalu aku bertanya: “Siapakah mereka itu wahai malaikat Jibril?” Malaikat Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia dan merusak kehormatannya.” (H.R. Abu Dawud no. 4878 dan lainnya)
Yang dimaksud dengan ‘memakan daging-daging manusia’ dalam hadits ini adalah berbuat ghibah (menggunjing), sebagaimana permisalan pada surat Al Hujurat ayat: 12.
Dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu’anhu, bahwa beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانَهِ وَلَمْ يَفْضِ الإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لاَ تُؤْذُوا المُسْلِمِيْنَ وَلاَ تُعَيِّرُوا وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَّبَعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبَعِ اللهُ يَفْضَحْهُ لَهُ وَلَو في جَوْفِ رَحْلِهِ
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya yang belum sampai ke dalam hatinya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin, janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian mencari-cari aibnya. Barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim niscaya Allah akan mencari aibnya. Barang siapa yang Allah mencari aibnya niscaya Allah akan menyingkapnya walaupun di dalam rumahnya.” (H.R. At Tirmidzi dan lainnya)
Dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Suatu ketika kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mencium bau bangkai yang busuk. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata: ‘Apakah kalian tahu bau apa ini? (Ketahuilah) bau busuk ini berasal dari orang-orang yang berbuat ghibah.” (H.R. Ahmad 3/351)
Dari shahabat Sa’id bin Zaid radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
?إِنَّ مِنْ أَرْبَى الرِّبَا الإِسْتِطَالةَ فِي عِرْضِ المُسْلِمِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَفِي رِوَايَة : مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ
“Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar (dalam riwayat lain: termasuk dari sebesar besarnya dosa besar) adalah memperpanjang dalam membeberkan aib saudaranya muslim tanpa alasan yang benar.” (H.R. Abu Dawud no. 4866-4967)
Dari ancaman yang terkandung dalam ayat dan hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan ghibah ini termasuk perbuatan dosa besar, yang seharusnya setiap muslim untuk selalu berusaha menghindar dan menjauh dari perbuatan tersebut.
Asy Syaikh Al Qahthani dalam kitab Nuniyyah hal. 39 berkata:
لاَتُشْغِلَنَّ بِعَيْبِ غَيْرِكَ غَافِلاً
عَنْ عَيْبِ نَفْسِكَ إِنَّهُ عَيْبَانِ
Janganlah kamu tersibukkan dengan aib orang lain, justru kamu lalai
Dengan aib yang ada pada dirimu, sesungguhnya itu dua keaiban
(Lihat Nashihati linnisaa’ hal. 32)
Maksudnya, bila anda menyibukkan dengan aib orang lain maka hal itu merupakan aib bagimu karena kamu telah terjatuh dalam kemaksiatan. Sedangkan bila anda lalai dari mengoreksi aib pada dirimu sendiri itu juga merupakan aib bagimu. Karena secara tidak langsung kamu merasa sebagai orang yang sempurna. Padahal tidak ada manusia yang sempurna dan ma’shum kecuali para Nabi dan Rasul.
Konteks dalam hadits:
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ
“Engkau menyebutkan sesuatu pada saudaramu yang dia membecinya.”
Hadits di atas secara zhahir mengandung makna yang umum, yaitu mencakup penyebutan aib dihadapan orang tersebut atau diluar sepengetahuannya. Namun Al Hafizh Ibnu Hajar menguatkan bahwa ghibah ini khusus di luar sepengetahuannya, sebagaimana asal kata ghibah (yaitu dari kata ghaib yang artinya tersembunyi-pent) yang ditegaskan oleh ahli bahasa. Kemudia Al Hafizh berkata: “Tentunya membeberkan aib di dahapannya itu merupakan perbuatan yang haram, tapi hal itu termasuk perbuatan mencela dan menghina.” (Fathul Bari 10/470 dan Subulus Salam hadits no. 1583, lihat Nashihati linnisaa’ hal. 29)
Demikian pula bagi siapa yang mendengar dan ridha dengan perbuatan ghibah maka hal tersebut juga dilarang. Semestinya dia tidak ridha melihat saudaranya dibeberkan aibnya.
Dari shahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
مَنْ رَدَّ عِرْضَ أَخِيْهِ رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan mencegah wajahnya dari api neraka pada hari kiamat nanti.” (H.R. At Tirmidzi no. 1931 dan lainnya)
Demikian juga semestinya ia tidak ridha melihat saudaranya terjatuh dalam kemaksiatan yaitu berbuat ghibah. Semestinya ia menasehatinya, bukan justru ikut larut dalam perbuatan tersebut. Kalau sekiranya ia tidak mampu menasehati atau mencegahnya dengan cara yang baik, maka hendaknya ia pergi dan menghindar darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan orang-orang yang beriman itu bila¬ mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya, dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, semoga kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al Qashash: 55)
Dari shahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذالكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ
“Barang siapa yang melihat kemungkaran hendaknya dia mengingkarinya dengan tangan. Bila ia tidak mampu maka cegahlah dengan lisannya. Bila ia tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya, yang demikian ini selemah-lemahnya iman.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Namun bila ia ikut larut dalam perbuatan ghibah ini berarti ia pun ridha terhadap kemaksiatan, tentunya hal ini pun dilarang dalam agama.
Lalu bagaimana cara bertaubat dari perbuatan ghibah? Apakah wajib baginya untuk memberi tahu kepada yang dighibahi? Sebagian para ulama’ berpendapat wajib baginya untuk memberi tahu kepadanya dan meminta ma’af darinya. Pendapat ini ada sisi benarnya jika dikaitkan dengan hak seorang manusia. Misalnya mengambil harta orang lain tanpa alasan yang benar maka dia pun wajib mengembalikannya. Tetapi dari sisi lain, justru bila ia memberi tahu kepada yang dighibahi dikhawatirkan akan terjadi mudharat yang lebih besar. Bisa jadi orang yang dighibahi itu justru marah yang bisa meruncing pada percekcokan dan bahkan perkelahian. Oleh karena itu sebagian para ulama lainnya berpendapat tidak perlu ia memberi tahukan kepada yang dighibahi tapi wajib baginya beristighfar (memohan ampunan) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyebutkan kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi itu di tempat-tempat yang pernah ia berbuat ghibah kepadanya. Insyaallah pendapat terakhir lebih mendekati kebenaran. (Lihat Nashiihatii linnisaa’: 31)
Para pembaca, karena perbuatan ghibah ini berkaitan erat dengan lisan yang mudah bergerak dan berbicara, maka hendaknya kita selalu memperhatikan apa yang kita ucapkan. Apakah ini mengandung ghibah atau bukan, jangan sampai tak terasa telah terjatuh dalam perbuatan ghibah. Bila kita bisa menjaga tangan dan lisan dari mengganggu atau menyakiti orang lain, insyaallah kita akan menjadi muslim sejati. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim sejati adalah bila kaum muslimin merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (H.R. Muslim)
(Sumber: http://www.assalafy.org/artikel.php?kategori=akhlaq=2)

Selasa, 14 Mei 2013

Orang Yang Pantas Dicemburui


Hukum asalnya, sifat iri dan cemburu terhadap kelebihan orang lain dalam Islam tidak diperbolehkan. Karena sifat ini mengandung prasangka buruk kepada Allah dan tidak ridha dengan pembagian yang Allah berikan kepada makhluk-Nya. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengecualikan beberapa orang yang boleh dan pantas untuk dicemburui karena kelebihan besar yang mereka miliki.

Siapakah mereka? Temukan jawabannya dalam hadits berikut ini,

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ القُرْآنَ، فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ، فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ، فَقَالَ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلاَنٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الحَقِّ، فَقَالَ رَجُلٌ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلاَنٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ
Tidak ada (sifat) iri (yang terpuji) kecuali pada dua orang: seorang yang dipahamkan oleh Allah tentang al-Qur-an kemudian dia membacanya di waktu malam dan siang hari, lalu salah seorang tetangganya mendengarkan (bacaan al-Qur-an)nya dan berkata: “Duhai kiranya aku diberi (pemahaman al-Qur-an) seperti yang diberikan kepada si Fulan, sehingga aku bisa mengamalkan seperti (membaca al-Qur-an) seperti yang diamalkannya. Dan seorang yang dilimpahkan oleh Allah baginya harta (yang berlimpah) kemudian dia membelanjakannya di (jalan) yang benar, lalu ada orang lain yang berkata: “Duhai kiranya aku diberi (kelebihan harta) seperti yang diberikan kepada si Fulan, sehingga aku bisa mengamalkan (bersedekah di jalan Allah) seperti yang diamalkannya” (HR. Al-Bukhari).

Maksud “iri/cemburu” dalam hadits ini adalah iri yang benar dan tidak tercela, yaitu al-gibthah, yang artinya menginginkan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain tanpa mengharapkan hilangnya nikmat itu dari orang tersebut1.

Coba perhatikan dan renungkan hadits ini dengan seksama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallammenyebutkan dua golongan manusia yang pantas untuk dicemburui, yaitu orang yang memahami al-Qur’an dan mengamalkannya serta orang yang memiliki harta dan menginfakkannya di jalan Allah. 

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjelaskan sebab yang menjadikan mereka pantas untuk dicemburui, bukan karena kelebihan dunia semata yang mereka miliki, tapi karena mereka mampu untuk menundukkan hawa nafsu yang mencintai dunia secara berlebihan, sehingga harta yang mereka miliki tidak menghalangi mereka untuk meraih keutamaan tinggi di sisi Allah.

Inilah kelebihan sejati yang pantas dicemburui, adapun kelebihan harta atau kedudukan duniawi semata maka ini sangat tidak pantas untuk dicemburui, karena ini hakikatnya bukan merupakan kelebihan tapi celaan dan fitnah bagi manusia, sebagaimana sabda Rasulullah s shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya pada setiap umat (kaum) ada fitnah (yang merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah harta2.

Oleh karena itu, cemburu dan iri hanya karena kelebihan harta yang dimiliki seseorang tanpa melihat bagaimana penggunaan harta tersebut, ini adalah sifat yang sangat tercela. Allah berfirman tentang orang-orang yang iri melihat harta kekayaan Qarun:
{فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ. وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ. فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ. وَأَصْبَحَ الَّذِينَ تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِالْأَمْسِ يَقُولُونَ وَيْكَأَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَوْلَا أَنْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا وَيْكَأَنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ}
Maka keluarlah dia (Qarun) kepada kaumnya dengan perhiasannya (harta bendanya). Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata: “Duhai kiranya kami mempunyai harta kekayaan seperti yang diberikan kepada Qarun, sesungguhnya dia benar-benar memiliki keberuntungan yang besar. Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata: “Celakalah kalian! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar. Maka kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya satu golongan pun yang (mampu) menolongnya selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mengangan-angankan kedudkan (harta benda) Qarun itu berkata: “Aduhai, benarlah kiranya Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia dikehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan membatasi (bagi siapa yang Dia dikehendaki di antara hamba-hamba-Nya). Sekiranya Allah tidak melimpahkan karunia-Nya kepada kita, tentu Dia telah membenamkan kita pula. Aduhai, benarlah kiranya tidak akan beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)” (QS. Al Qashash: 79-92)

Adapun contoh sikap cemburu yang benar adalah sikap cemburu dalam kebaikan yang ditunjukkan oleh orang-orang yang sempurna iman mereka, para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut:
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dia berkata: Orang-orang miskin (dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah datang menemui beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan pahala (dari harta mereka), kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Ta’ala) dan kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah, sedangkan kami tidak memiliki harta…”. Dalam riwayat Imam Muslim, di akhir hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Itu adalah kerunia (dari) Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya3.

Imam Ibnu Hajar berkata: “Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) lebih utamanya orang kaya yang menunaikan hak-hak (Allah Ta’ala) pada (harta) kekayaannya dibandingkan orang miskin, karena berinfak di jalan Allah (seperti yang disebutkan dalam hadits di atas) hanya bisa dilakukan oleh orang kaya”4.

Kesimpulannya, termasuk orang yang pantas dicemburui, bahkan kecemburuan tersebut dipuji dalam Islam adalah orang yang memiliki kelebihan dalam harta tapi dia selalu menginfakkan hartanya di jalan Allah. Karena kecemburuan ini dapat menjadi motivasi untuk berlomba-lomba dalam kebaikan yang diperintahkan dalam agama. Allah berfirman:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan” (QS al-Baqarah: 148).
Jadi cemburu dan iri kepada kelebihan harta yang dimiliki seseorang bukan karena kelebihan harta yang dimilikinya semata-mata, akan tetapi karena motivasi kebaikan besar yang dimilikinya dengan banyak membelanjakan hartanya di jalan Allah. Inilah sebaik-baik harta yang dimiliki oleh orang yang beriman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sebaik-baik harta yang shaleh (penuh berkah) adalah untuk hamba yang shaleh”.

Adapun sifat rakus dan ambisi berlebihan terhadap harta tanpa mempertimbangkan keberkahan dan manfaatnya dalam meraih keridhaan Allah maka ini perbuatan tercela dan sebab yang akan merusak keimanan seorang hamba, serta menjadikannya jauh dari segala kebaikan dunia dan akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)”5.

Semoga Allah meudahkan kita untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Nya.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Jakarta, 17 Jumadal ula 1434 H


1 Lihat kitab “Siyaru alaamin nubalaa’” (8/437).
2 HR at-Tirmidzi (no. 2336) dan Ahmad (4/160), dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan al-Albani.
3 HSR al-Bukhari (no. 807 dan 5970) dan Muslim (no. 595).
4 Kitab “Fathul Baari” (3/298).
5 HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan syaikh al-Albani.
Penulis: Abdullah bin Taslim al-Buthoni
Artikel Muslim.Or.Id

Minggu, 12 Mei 2013

Mengenal Hewan-Hewan Yang Diharamkan Syari’at

Allah menciptakan segala sesuatu yang ada dipermukaan bumi ini adalah untuk kemaslahatan manusia, termasuk didalamnya adalah Allah menciptakan hewan-hewan yang tentunya diperbolehkan untuk dijadikan makanan bagi Bani Adam. Allah Ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِيالْأَرْضِ جَمِيعًا (البقرة:29)
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu “
Namun, merupakan bentuk kesempurnaan kasih sayang Allah kepada manusia adalah Allah memerintahkan mereka hanya untuk memakan makanan yang halal lagi baik saja. Perhatikanlah firman-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّافِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِإِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة:168)
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”
Bahkan termasuk diantara khasa’is (kekhususan/karakteristik) dienul islam yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam adalah menghalalkan bagi ummatnya seluruh perkara yang baik dan mengharamkan mereka dari segala sesuatu yang buruk.
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِوَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ (الأعراف:157)
“Dan menghalalkan bagi mereka segalayang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”

Sekilas Tentang Sebab-Sebab Makanan & Minuman Menjadi Haram

Para Ulama telah menjelaskan bahwa sebab haramnya makanan dan minuman ialah disebabkan karena salah satu atau lebih dari 5 sebab berikut:
  1. Apabila membahayakan
  2. Apabila memabukkan
  3. Apabila mengandung najis
  4. Apabila dianggap jorok/ menyelisihi tabi’at yang salimah
  5. Apabila mendapatkannya dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh syari’at.

Hewan-hewan yang diharamkan oleh syara’

Tidaklah Allah Dan Rasul-Nya mengharamkan sesuatu melainkan disana banyak hikmah dan kebaikan bagi Ummatnya, terkadang sebagian dari hikmah tersebut telah kita ketahui sedangkan sebagian lainnya bahkan mungkin sebagian besar dari hikmah-hikmah tersebut masih Allah Subhanahu wa Ta’ala rahasiakan sehingga akal kita belum mampu untuk menjangkaunya. Namun, sebagai seorang mukmin tentu kita akan berkata “Sami’na Wa Atha’na” kami mendengar dan kami ta’at, kami pasrah dan tunduk kepada seluruh ketetuan-Mu wahai Rab semesta ‘Alam.
Hewan yang diharamkan oleh Nash Al-Qur’anul Karim
  1. Bangkai
    Bangkai adalah hewan yang mati bukan karena penyembelihan yang sesuai dengan syari’at seperti mati tercekik, dipukul, tertabrak dan lainnya. Termasuk bangkai adalah potongan tubuh hewan yang masih hidup.
    Yang dikecualikan(dihalalkan) dari bangkai adalah: bangkai belalang dan ikan/hewan air.
  2. Daging babi.
    Termasuk lemaknya, dan seluruh bagian tubuhnya yang lain.
  3. Hewan yang disembelih dengan selain nama Allah.
  4. Hewan yang disembelih untuk selain Allah.
    Semisal hewan yang disembelih untuk acara-acara yang berbau kesyirikan, seperti: sedekah laut, tumbal tanah, tumbal bangunan dll.
Keempat jenis hewan tersebut tercakup dalam firmanAllah Ta’ala:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُوَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِوَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَاأَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ(المائدة:3)
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yangjatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
Hewan yang diharamkan oleh Sunnah Rasulullah
Hewan yang diharamkan di dalam hadits-hadits Nabi antara lain:
  1. Keledai jinak
    Dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhuma disebutkan:
    أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليهوسلم – نَهَى يَوْمَ خَيْبَرَ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ
    “Bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang mengkonsumsi daging keledai jinak(Muttafaqun ‘Alaih).
  2. Segala hewan yang bertaring
    Abu Tsa’labah Radhiyallohu ‘anhu berkata:
    نَهَى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ
    Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang melarang memakan setiap hewan bertaring yang buas(Muttafaqun ‘Alaih).
  3. Segala jenis burung yang bercakar tajam/ burung pemangsa
    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نَهَىرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِوَعَنْ كُلِّ ذِى مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
    Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang melarang memakan setiap hewan bertaring yang buas dan burung yang bercakar tajam (HR. Muslim).
  4. Jallaalah
    Jallalah adalah Hewan halal yang mayoritas makanan utamanya adalah barang najis sehingga menjadi haram dimakan dan diminum susunya. Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhuma berkata:
    نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليهوسلم- عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا
    “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang (memakan)daging jalalah dan (meminum) susunya” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah).
    Jallaalah akan kembali menjadi hewan halal apabila hewan jallaalah tersebut dikurung selama tiga hari dan selama waktu tersebut hewan itu diberi makanan yang bersih. Para ulama ada yang mengatakan bahwa waktu mengurung jallaalah itu bisa sampai 40 hari.
  5. Tikus
  6. Kalajengking
  7. Burung gagak
  8. Burung elang/rajawali
  9. Anjing galak(الْكَلْبُ الْعَقُورُ).
    Para Ulama berselisih pendapat tentang maksud dari anjing galak/Al-Kalbul ‘Aquur,  Jumhur ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud “Al-Kalbul‘Aquur” adalah anjing itu sendiri (anjing yang kita kenal, kecuali yang dimanfa’atkan untuk menjaga kebun/berburu) dan seluruh hewan buas yang menerkam mangsa seperti harimau/macan, serigala, singa dan semisalnya. Bahkan Zaid Bin Aslam Rahimahullah memasukkan ular kedalam jenis “Al-Kalbul ‘Aquur” sebagaimana hal ini dikutip oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Atsqalaani dalam Al-Fath.
  10. Ular
  11. Cicak/tokek
    Keharaman hewan-hewan tersebut (no.5-11) dikarenakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihiwasallam memerintahkan kita untuk membunuhnya. Dan diantara kaedah pengharaman hewan yang dijelaskan oleh para ulama adalah “Setiap binatang yang syari’at memerintahkan kita untuk membunuhnya”.
    Perintah untuk membunuh tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan anjing galak (الْكَلْبُ الْعَقُورُ) terdapat dalam hadits ‘Aisyah, beliau Radhiyallahu‘anha mengatakan bahwasannya Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِىالْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ،وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ (أخرجه البخاري و مسلم)
    “Lima hewan fasiq (pengganggu) yang hendaknya dibunuh walaupun ditanah haram, yaitu: tikus,kalajengking, burung elang, burung gagak, dan anjing galak” (HR.Bukhori, Muslim)
    Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    خَمْسٌفَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحِلِّ وَالْحَرَمِ الْحَيَّةُ وَالْغُرَابُالأَبْقَعُ وَالْفَارَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْحُدَيَّا
    “Lima hewan fasiq (pengganggu) yang hendaknya dibunuh baik ditempat halal (selaintanah haram) maupun ditanah haram, yaitu: ular, kalajengking, burung gagak, anjinggalak, burung elang” (HR. Muslim)
    Begitu pula tentang cicak/tokek(الْوَزَغ), cicak/tokek termasuk“fawasiq” yang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untukmembunuhnya.
    عَنْأُمِّ شَرِيكٍ – رضى الله عنها أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَقَالَ « كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِالسَّلاَمُ »
    Dari Ummu Syarik Radhiyallohu ’anha, bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan membunuh cicak/tokek dan bersabda: “Dahulu cicak ikut meniup api yang akan membakar Ibrahim ‘Alaihissalam”(HR.Bukhori).
    Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan pahala yang banyak/keutamaan dalam membunuh cicak.
    مَنْقَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِىالثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ
    “Barangsiapayang membunuh cicak dengan sekali pukul maka dia mendapatkan seratus kebaikan,dan siapa yang membunuhnya dengan dua pukulan maka mendapat pahala yang kurang dari itu, dan barangsiapa yang membunuhnya dengan tiga pukulan maka dia mendapat pahala yang lebih sedikit lagi” (HR.Muslim)
  12. Semut
  13. Lebah
  14. Burung Hud-hud
  15. Burung Shurad
    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : نَهَىرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَالدَّوَابِّ : النَّمْلَةِ ، وَالنَّحْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ ، وَالصُّرَدِ
    “Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang membunuh empat hewan, yaitu; semut, lebah, burung hud-hud, burung shurad” (HR.Bukhori)
  16. Katak
    عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ : ذَكَرَطَبِيبٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَوَاءً ،وَذَكَرَ الضُّفْدَعَ يُجْعَلُ فِيهِ ، فَنَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الضُّفْدَعِ (أخرجه أحمد و ابن ماجه و الدارمي
    Abu Abdirrahman Bin Utsman Radhiyallahu ‘anhu berkata: “seorang dokter bercerita tentang obat dihadapan Rasulullah, dia menyebutkan bahwa bahan obat itu adalah katak, lalu Rasulullah pun melarang membunuh katak”(HR.Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Darimi).
    Para Fuqaha mengharamkan kelima hewan diatas (no.12-16) dikarenakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang kita untuk membunuhnya. Jika membunuhnya saja haram, maka dengan cara apa kita hendak memakannya?
Selain hewan-hewan diatas para ulama memiliki beberapa kaedah fiqhiyyah dalam menentukan hukum akan haramnya suatu binatang yang belum ada nashnya yang jelas baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah Ash-Shahihah, yaitu:
  1. Setiap hewan yang memakan benda najis dan menjijikkan (النجاساتوالخبائث).
  2. Setiap hewan yang di lahirkan dari hasil silang antara binatang halal dan binatang haram (تولدبين مأكول وغيره).
  3. Setiap serangga yang membahayakan.
Semoga catatan ringkas ini memberi faedah dan pengetahuan kepada kita seputar keharaman hewan-hewan menurut syari’at Islam yang agung, penuh berkah dan hikmah ini. Wallohu A’lam.

Maraji’:
  1. Shahih Fiqh Sunnah; Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid Salim; Maktabah Taufiqiyah.
  2. Fathul Baari Syarah Shahihil Bukhari; Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Atsqalaani; Darul Hadits.
  3. Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim; Al-Imam Muhyiddin An-Nawawi Asy-Syafi’I; Daar Ihyaa’ut Turats.
  4. Hayaatul Hayawaan Al-Kubra; Syaikh Abul Baqaa Ad-Damiri Asy-Syafi’i; Darul Kutub Al-Ilmiyyah.

Penulis: Abu Hatim Abdul Mughni, BA.
Artikel Muslim.Or.Id

Jumat, 10 Mei 2013

Striker Chelsea Jual Mobil Ferrari untuk Muslim Rohingnya

INGGRIS (voa-islam.com) – Ujung tombak klub bola terkenal di Eropa, Demba Ba, sangat peduli dengan penderitaan sesama Muslim di Myanmar. Untuk membantu musibah Muslim Rohingnya, striker Chelsea ini menjual mobil Ferrari kesayangannya untuk infaq.
Demikian rilis kantor berita Rohingnya, Kamis (09/05/10). Sebagian laporan berita mengungkapkan, striker The Blues menjual mobil mewahnya dan uangnya untuk disumbangkan Muslimin Burma yang menjadi sasaran kekerasan oleh orang-orang Budha.
Demba Ba sangat dermawan untuk dakwah Islam di Eropa, seperti menyumbang pembangunan salah satu masjid di London. Dia juga selalu mengekspresikan keislaman kepada dunia dari lapangan bola, seperti sujud syukur tiap kali mencetak gol. Hal itu dilakukannya semenjak berada di New Castle United sebelum pindah ke Chelsea.
Tak hanya itu, Demba Ba bahkan menghafal bebrapa juz dari Al-Qur’an dan memiliki peran menjelaskan Islam di kalangan rekan-rekannya se-tim.[usamah/rohingya]

Adakah Anjuran Puasa di Bulan Rajab?

Ada faedah berharga dari Ibnu Taimiyah rahimahullah mengenai amalan di bulan Rajab termasuk berpuasa ketika itu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

أَمَّا تَخْصِيصُ رَجَبٍ وَشَعْبَانَ جَمِيعًا بِالصَّوْمِ أَوْ الِاعْتِكَافِ فَلَمْ يَرِدْ فِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ وَلَا عَنْ أَصْحَابِهِ . وَلَا أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ بَلْ قَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ . أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ إلَى شَعْبَانَ وَلَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنْ السَّنَةِ أَكْثَرَ مِمَّا يَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ مِنْ أَجْلِ شَهْرِ رَمَضَانَ . وَأَمَّا صَوْمُ رَجَبٍ بِخُصُوصِهِ فَأَحَادِيثُهُ كُلُّهَا ضَعِيفَةٌ بَلْ مَوْضُوعَةٌ لَا يَعْتَمِدُ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى شَيْءٍ 
 مِنْهَا وَلَيْسَتْ مِنْ الضَّعِيفِ الَّذِي يُرْوَى فِي الْفَضَائِلِ بَلْ عَامَّتُهَا مِنْ الْمَوْضُوعَاتِ الْمَكْذُوبَاتِ

”Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.

Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Hadits-haditsnya bukanlah hadits yang memotivasi beramal (fadhilah amal), bahkan kebanyakannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)

So …. tidak ada yang istimewa dengan puasa di bulan Rajab kecuali jika berpuasanya karena bulan Rajab adalah di antara bulan-bulan haram, namun tidak ada keistimewaan bulan Rajab dari bulan haram lainnya. Yang tercela sekali adalah jika puasanya sebulan penuh di bulan Rajab sama halnya dengan bulan Ramadhan atau menganggap puasa bulan Rajab lebih istimewa dari bulan lainnya. Juga tidak ada pengkhususan berpuasa pada hari tertentu atau tanggal tertentu di bulan Rajab sebagaimana yang diyakini sebagian orang.
Jika memiliki kebiasaan puasa Senin-Kamis, puasa Daud, atau puasa ayyamul biid, maka tetap rutinkanlah di bulan Rajab. Bahkan bulan Ramadhan semakin dekat, maka segeralah qodho puasa Ramadhan yang ada jika memang masih ada utang puasa. Semoga Allah beri taufik untuk tetap beramal sholih.
Lihat artikel lainnya tentang “Amalan di Bulan Rajab” di web ini: klik di sini.
Riyadh-KSA, 29 Jumadats Tsaniyyah 1432 H (01/06/2011)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Kamis, 09 Mei 2013

kisah nyata : preman yang menjadi da'i

Awal 1993

Aku lega, urusanku dengan pihak kepolisian tidak berlanjut lebih panjang lagi. Hal itu karena masalah tawuran di sekolah kami bisa diselesaikan dengan damai. Inilah pertama kalinya aku berurusan dengan polisi. Seorang siswa kelas 3 SMP, yang masih mengenakan celana pendek ketika sekolah, tapi sudah berani ikut tawuran. Masalahnya? Ah, aku sendiri lupa. Yang pasti, justru ada rasa bangga di hatiku. Orang tuaku tidak boleh tahu hal ini. Surat panggilan untuk mereka sudah kubuang jauh-jauh tadi.
Ah, aku tak peduli. Toh selama ini mereka tidak pernah memperhatikanku, sibuk dengan urusannya sendiri. Keluargaku memang bukan golongan jet set, meski demikian kebutuhan materiku lebih dari tercukupi. Tapi aku heran, kenapa aku jarang berkomunikasi dengan mereka? Hingga sebesar ini, aku belum juga bisa mengaji dan shalat. Tidak ada yang mengajariku tentang agama, apalagi keluargaku sendiri masih awam. Tapi, siapa peduli?

Tahun 1994

Sekarang aku sudah duduk di SMA favorit di kotaku. Tapi kebandelanku bukannya berkurang, justru semakin bertambah. Aku sudah lupa, berapa kali aku terlibat perkelahian dengan alasan yang tidak jelas, bolos sekolah, dan merokok.
Hingga suatu hari aku bertemu dengan seorang teman, yang mengajariku untuk berguru pada orang “pintar”. Kuterima tawaran itu dengan senang hati. Satu hal yang harus kupantang atas anjuran “kyai” agar berhasil yakni aku harus menjahui “molimo”. Maka senakal-nakalnya aku, tidak pernah sampai mabuk, bahkan pacaran pun aku tidak pernah, demi menjalani perintah itu.
Sekarang jimat jadi andalanku. Agar penampilanku tambah “gagah”, sering aku mengenakan anting di hidung atau di alis. Meski demikian, aku tetap saja memiliki katakutan di sisi hatiku yang dalam. Aku takut jika tiba-tiba ada orang yang menusukku dari belakang, atau tanpa sepengetahuanku menyerang dengan senjata tajam.
Dengan “prestasiku” itu, hampir setiap “pekerja jalanan” mengenalku. Aku mengenal sopir angkot, kernet, tukang ojek, tukang becak, dan orang-orang terminal, karena memang di situ aku bergaul. Ya… di rumah aku jadi anak manis karena memang sikapku yang kalem, tapi diluar aku bisa bertindak seenaknya. Meski demikian, aku merasa ada sesuatu yang masih ingin kumiliki, entah apa itu.
Hari ini pertama kalinya aku melihat ibuku menangis, hanya karena aku pamit mau ke jogja dan tinggal agak lama di sana. Dan untuk pertama kalinya pula aku menyadari, ternyata selama ini orang tuaku sangat memperhatikanku. Aku telah salah menilai. Rasanya aku ingin minta maaf pada ibuku. Tapi jiwa remajaku melarangnya.
Berhari-hari aku merenungi peristiwa itu. Ada keinginan untuk memperbaiki diri. Tapi bagaimana caranya?




Akhir 1995

Aku sudah kelas 3 SMA. Meski demikian, tidak terlintas sama sekali dalam benakku apa yang akan kulakukan setelah lulus. Ketika teman-teman yang lain sibuk belajar, aku lebih suka nongkrong dengan teman-temanku.
Hingga suatu malam, saat aku nongkrong seperti biasa, aku mendengar ada suara pengajian dari radio. Suaranya cukup keras, hingga bisa terdengar dengan jelas. Awalnya aku tidak menggubris suara itu, namun tiba-tiba,”….Allah tidak akan mengampuni bosa syirik….” mubaligh tersebut mengutip suatu ayat Al-Quran. Aku sendiri tidak tahu apa kelanjutannya, tapi entah kenapa, tiba-tiba aku merasa takut mendengar ayat tadi.
Rasanya seluruh otakku tiba-tiba dipenuhi oleh suara tadi. Dan entah kenapa, aku seperti mendengar suara itu berulang-ulang,”….Allah tidak akan mengampuni dosa syirik…” Bukankah apa yang kulakukan selama ini adalah kesyirikan (seperti guru agama pernah menerangkan kepadaku)? Ya, aku telah bergelut dengan jimat, tenaga dalam, dan tetek bengeknya yang semuanya adalah syirik. Benarkah Allah tidak akan mengampuni dosaku? Lantas buat apa aku hidup jika jelas-jelas dosaku tidak diampuni oleh-Nya?
Malam itu aku benar-benar tidak dapat memejamkan mata. Aku gelisah sekali. Ya, sebandel-bandelnya kau ternyata masih takut dengan dosa dan neraka. Berhari-hari aku mengalami kegelisahan yang luar biasa. Hingga suatu malam, di saat kegelisahanku mencapai “puncaknya”, aku memutuskan untuk menemui seorang kyai. Aku melihat jam, sudah jam 12 malam, tapi aku tidak peduli, aku harus segera menemukan jawaban.
Kunaiki motorku dengan seorang teman, menuju rumah seorang kyai yang cukup ternama. Di sana aku mendapatkan penjelasan panjang lebar. Tapi aku merasa tidak puas dengan jawaban yang ku dapat. Esoknya kuajak temanku untuk menemui ustadz yang lain. Beberapa orang sudah kutanya, dari beberapa toloh organisasi Islam, maupun tokoh agama yang kuanggap mampu. Tapi dari semua jawaban yang mereka berikan tidak ada yang memuaskanku. Mereka mengatakan bahwa apa yang kulakukan hanyalah perantara atau wasilah, jadi tidak termasuk syirik. Namun entah kenapa, hatiku menolak jawaban itu.

Awal 1996

Aku memutuskan untuk mencari sendiri jawabannya. Sekarang aku lebih banyak menghabiskan waktuku di perpustakaan, untuk mencari buku-buku agama. Aku membaca seperti orang yang kehausan kemudian menemukan tetesan-tetesan air. Semua buku yang ada dari tipis sampai yang tebal kulalap habis, jika belum selesai aku sangat penasaran. Aku mulai mendekati teman-teman ROHIS, kupinjam buku-buku mereka. Sekarang aku makin benyak bergadang, tapi bukan untuk nongkrong seperti dulu, melainkan membaca buku yang sudah kupinjam sebelumnya. Aku sendiri heran, kekuatan dari mana yang mampu mendorongku begitu semangatnya untuk menekuni buku demi buku tiap harinya? Tentunya semua atas kehendak-Nya.
Kebiasaanku mulai kutinggalkan, teman-teman gengku juga mulai kujauhi, dan aku mulai jadi pendiam. Banyak yang heran melihat perubahanku yang sedrastis itu.
Aku mulai menjalankan shalat. Meski awalnya agak kaku, tapi kubulatkan tekadku untuk menjaga kewajibanku ini. Subhanallah, aku yang dulu merasa malu jika ketahuan shalat, karena akan menurunkan “wibawaku”, sekarang harus belajar dari nol tentang bacaan shalat. Aku juga mulai bertekad belajar mengaji, maka kutemui seorang ustadz di kampungku untuk belajar. Dan, hanya karena pertolongan dari Allah, aku sudah mampu membaca Al-Quran hanya dalam waktu seminggu. Allahu Akbar!
Dari membaca pula aku tahu bahwa merokok haram hukumnya. Maka tanpa menunggu waktu lagi, segera kutinggalkan rokok. Aku benar-benar mendapat pertolongan dari Allah, hingga mampu melakukan semua itu. Dari sebuah buku aku juga tahu, bahwa pakaian bagi laki-laki tidak boleh melebihi mata maki, dan sunnah memanjangkan jenggot. Maka sejak saat itu, aku mulai mengubah penampilanku.

September 1996

Sekarang aku mahasiswa sebuah PTS di Solo. Tempat yang pertama kucari adalah perpustakaan. Aku memang sudah “keranjingan” membaca buku-buku agama. Dan alhamdulillah, di sini referensinya lebih lengkap. Maka, aku mulai berkutat dengan buku-buku tebal, demi pencarian kebenaran yang kucari selama ini.
Hingga, aku membaca sebuah kitab tafsir. Dan alhamdulillah, aku menemukan ayat yang kucari-cari selama ini.” Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An-Nisa’:48)
Dari tafsirnya aku tahu, bahwa masih ada kesempatan bertaubat bagi orang-orang yang melakukan dosa syirik selama dia masih bisa bertaubat kepada Allah. MasyaAllah, indahnya! Aku menangis, dan bersujud syukur atas karunia ini. Kini semangatku bertambah besar, jika Allah masih membuka pintu taubat, maka apalagi yang kutunggu?
Hingga suatu hari, aku lewat di masjid dekat kosku. Di sana aku melihat sekumpulan orang yang berpenampilan sama dengan penampilanku sedang mengikuti pengajian. Maka tanpa ragu lagi, aku masuk masjid dan ikut mendengarkan. Meski awalnya masih malu karena belum ada yang kukenal, tapi aku merasa tertarik dengan penyampaian ustadz tersebut. Subhanallah, baru kali ini aku mendengar penyampaian materi dengan ilmu dan hujjah yang mantap, tidak dibuat-buat.
Maka aku selalu mengikuti setiap taklim yang ada di masjid tersebut. Aku juga mulai kenal dengan baik ikhwan-ikhwan di sana. Ya, inilah yang kucari-cari selama ini. Pemahaman Islam sesuai dengan salafusshalih. Dan aku mulai mantap di atas manhaj salaf ini. Hingga aku menutuskan untuk tinggal di masjid, meskipun kosku belum genap 3 bulan kutempati. Aku ingin lingkungan yang lebih baik dan kondusif untuk belajar tentang din. Dengan dorongan dari ikhwan-ikhwan serta ustadz aku berhasil “membuang” ilmu tenaga dalamku.
Sekarang aku merasakan nikmatnya thalabul ‘ilmi. Tahun 1997, untuk menambah pengetahuanku aku ikut kursus bahasa Arab yang diselenggarakan sebuah pondok dan menjadi mustami’ di tadribud du’at.

Februari 2007

Kini aku telah berkeluarga, dengan seorang istri dan 2 anak. Jika kuingat-ingat kilasan 11 tahun yang lalu, semakin besar syukurku kepada Allah. Allah telah memberikan hidayah-Nya kepadaku, dan Dia-lah yang mampu membolak-balikkan hati manusia.
Dan Alhamdulillah, meskipun dengan usaha yang berat, keluargaku sudah bisa menerima prinsip dan keyakinanku. Meski demikian, aku sadar tugasku belum selesai. Aku masih memilki kewajiban mendidik keluargaku, berdakwah kepada orangtuaku, mendakwahi keluarga istriku, dan masyarakat sekitar. Sebuah tugas yang tidak ringan. Tapi aku yakin dengan pertolongan Allah. Ya Allah, mudahkanlah! (al faqir ilallah, Ibnu Abdurrahman)

Rabu, 08 Mei 2013

Bertaqwa + Sedekah = penyakit ginjalku sembuh...

Ini adalah sebuah kisah nyata yang terjadi pada seorang laki laki dari Madinah Nabawiyah pada tahun yang lalu. Lelaki tersebut telah mendekati umur 48 tahun. Takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan dia terkena gagal ginjal. Saat dia mengetahui kabar tersebut dia menerima dengan jiwa yang sabar dan penuh keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Setelah dokter mengabarkan bahwa dia terkena gagal ginjal, anak-anaknya pun mengkhawatirkan dirinya, dan mereka berkata, “Kami akan mendonorkan sebuah ginjal untukmu,” namun sang ayah menolak siapapun yang akan mendonorkan ginjalnya untuknya.

Salah seorang teman anak-anaknya memberikan usul agar mereka pergi ke Mesir untuk membeli ginjal. Akan tetapi sang ayah benar-benar menolak usul tersebut. Setelah berulang kali dibujuk akhirnya sang ayah menyetujui usul tersebut.

Maka merekapun pergi ke Mesir, di sanalah kemudian dilakukan diagnosa ginjalnya, dan mereka membandingkan hasil diagnosa ginjalnya dengan diagnosa para pendonor, namun sama sekali tidak ada yang sesuai. Setelah pencarian yang panjang, mereka mendapatkan pendonor yang hasil diagnosanya sama dengan diagnosa sang bapak.

Kemudian selesailah tawar-menawar penggantian ginjal antara pendonor dengan anak-anak sang bapak tersebut. Mereka mencapai kesepakatan dana hingga mendekati 15 ribu dollar (sekitar Rp 140 juta). Anak-anak itupun membayarnya tunai kepada pendonor sebelum dilakukannya operasi sesuai dengan kesepakatan.

Di pagi hari dilakukannya operasi, sang bapak meminta untuk menemui sang pendonor. Maka anak-anak mengabarkan kepadanya bahwa tidak perlu mengadakan pertemuan ini. Akan tetapi sang bapak mendesak untuk bertemu dan berterima kasih kepadanya. Setelah debat keras, akhirnya anak-anak itupun menyetujuinya. Maka merekapun mengantarkan sang bapak kepada pendonor.
Di sinilah, yang mengagetkan, ternyata sang pendonor adalah seorang gadis berusiai 17 tahun.
Sang bapak terpukul keras karena kejadian ini. Dia tidak pernah membayangkan bahwa sang pendonor adalah seorang gadis seusia ini. Sementara itu, ia membayangkan kalau pendonornya adalah seorang laki-laki tua. Di depan kejadian mi, sang bapak tidak mampu berkata-kata apapun. Namun setelah beberapa saat dia bertanya kepada gadis tersebut: ‘Apa yang memaksamu untuk mendonor?’.  Diapun menjawab“Kemiskinan.” 

Jelaslah bagi sang ayah itu bahwa gadis ini menanggung dua saudara laki-laki dan satu saudari perempuannya yang kecil setelah kematian kedua orangtuanya.
Setelah sang bapak itu mengetahui keadaan gadis tersebut dia berkata,“Demi Allah, aku tidak melakukan operasi”. 

Anak-anaknya dibuat kaget oleh sikap bapaknya. Anak anak itupun mencoba membujuk bapaknya, akan tetapi sang bapak menolak dengan keras.
Mereka mengabarkan bahwa dana telah dibayarkan, dan tidak mungkin memintanya kembali.
Maka sang bapak berkata,”Siapa yang berkata bahwa aku akan memintanya kembali? Demi Allah, aku tidak akan mengambilnya, harta itu halal untuknya”.

Sang bapak pun meminta kepada mereka untuk kembali dengan segera ke Saudi. Mereka pun benar-benar sampai ke Madinah. Selang beberapa waktu mereka kembali ke Rumah Sakit bersama bapaknya untuk melihat perkembangan keadaannya. Terjadilah sebuah keadaan yang sangat mengagetkan!!

Diagnosa menunjukkan bahwa sang bapak telah selamat dari kegagalan ginjal. Sang bapak dan anak-anaknya pun merasa aneh, lalu mereka pergi ke Rumah Sakit lain untuk melakukan diagnosa, dan hasilnya adalah keselamatan sang bapak dari kegagalan ginjal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyembuhkannya. Karena dia telah melepaskan kesulitan gadis tersebut, maka Allah mengeluarkannya dari kesulitan dan menyembuhkannya karena sebab gadis tersebut. Ini adalah takdir Allah yang Maha Agung. (AR)*

Selasa, 07 Mei 2013

Review : Buku " La Taskut" panduan praktis bahasa arab






Saya sangat menganjurkan bagi orang yang baru mau atau ingin memperdalam bahasa arab agar membaca buku ini. Sebab buku ini sangat mudah dipahami dan bahasa yang dipakai adalah bahasa sehari-hari, sehingga kita akan tampak familiar ketika melihat kata kata indonesia yang di "arab" kan.

sebagai contoh : sama-sama, terima kasih, baiklah, patut/pantas, dan juga bagian dari bahasa 'amiyah di mesir dan daerah timur tengah juga di masukan dalam buku ini.

jadi menurut saya "dari pada" mempelajari buku-buku yang lumayan berat seperti 'arobiyah bayna yadaik atau durusul lughoh yang menurut sebagian newbie lumayan berat, silahkan dicoba dan dihafalkan apa yang terkandung dalam buku La taskut ini agar mempermudah kita dalam pelafadzan dan percakapan kita dalam kehidupan sehari-hari. Selamat membeli dan mencoba !.

Minggu, 05 Mei 2013

Terkadang Kesholihan Itu Tertular Dari Teman

Dari Al-Mukhawwal diriwayatkan bahwa ia menceritakan,

 “Buhaim Al-Ajali pernah datang kepada saya suatu hari dan berkata: ‘Apakah engkau mengenal seseorang yang engkau sukai dari tetangga atau sanak saudaramu, yang berkeinginan melaksanakan haji untuk dapat menemaniku?’

Aku (perawi) Menjawab: ‘Ada’
Aku segera menemui seorang lelaki yang shalih dan baik akhlaknya, lalu keduanya aku pertemukan. Mereka pun bersepakat untuk pergi bersama. Kemudian Buhaim pulang menemui istrinya.
Beberapa saat kemudian (sebelum pergi), si lelaki (yang akan menemani Buhaim) menemuiku dan berkata: ‘Hai kamu, aku senang kalau kamu menjauhkan sahabatmu itu dariku, agar mencari teman seperjalanan yang lain saja.’

Aku bertanya: ‘Kenapa rupanya? Sungguh aku tidak melihat orang yang setara dengannya dalam kebagusan akhlak dan perangai. Aku pernah berlayar bersamanya, dan yang kulihat darinya hanyalah kebaikan.’

Lelaki itu menjawab: ‘Celaka kamu, setahuku ia orang yang banyak menangis, hampir tak pernah berhenti. Hal itu akan menyusahkan kami sepanjang perjalanan.’

Aku menanggapi: ‘Engkaulah yang celaka, terkadang tangisan itu datang tidak lain hanyalah dari mengingat Alloh. Yakni, hati seseorang itu melembut, sehingga ia menangis.’
Lelaki itu menimpali: ‘Memang benar. Tetapi kudengar, terkadang ia menangis kelewatan sekali.’
Aku berkata: ‘Temanilah dirinya.’

Ia berkata: ‘Aku akan meminta pertimbangan dari Allah.’
Tepat pada hari keberangkatan mereka berdua, mereka menyiapkan unta dan memberinya pelana. Tiba-tiba Buhaim duduk di bawah pohon sambil meletakkan tangannya di bawah janggutnya dan air mata pun berlinang di kedua belah pipinya, lalu turun ke janggutnya, dan akhirnya menetes ke dadanya, sampai-sampai demi Allah kulihat air matanya membasahi tanah.
Lelaki itu berkata: ‘Lihat, belum apa-apa sahabatmu itu sudah mulai (menangis), orang seperti itu aku tidak bisa menyertainya.’

‘Temani saja dirinya.’, pintaku. ’Bisa jadi dia teringat keluarganya dan kala ia berpisah dengan mereka, sehingga ia bersedih.’
Namun ternyata Buhaim mendengar pembicaraan kami dan menanggapi: ‘Bukan begitu persoalannya. Aku semata-mata hanya teringat dengan perjalanan ke akhirat .’
Maka suara beliau pun melengking dengan tangisan.

Lelaki itu berkomentar: ‘Demi Allah, janganlah ini menjadi awal permusuhan dan kebencian dirimu terhadapku, tak ada hubungan antara aku dengan Buhaim. Hanya saja, ada baiknya engkau mempertemukan antara Buhaim dengan Dawud Ath-Tha’i dan Sallam Abu Al-Ahwash agar mereka saling membuat yang lainnya menangis hingga mereka puas, atau meninggal dunia bersama-sama.’
Aku terus saja membujuknya sambil berkata (pada diriku), ‘Ah, mudah-mudahan ini menjadi perjalananmu yang terbaik.’

Perawi menyebutkan, Lelaki itu adalah seorang yang gemar melakukan perjalanan panjang untuk berhaji, dan seorang lelaki yang shalih, namun di samping itu ia juga pedagang kaya raya yang rajin bekerja, bukan orang yang mudah bersedih dan menangis.
Perawi menyebutkan, lelaki itu menceritakan,”sekali inilah hal itu terjadi pada diriku, dan mudah-mudahan bermanfaat.”
Perawi menyebutkan, Buhaim tidak mengetahui sedikit pun tentang hal itu. Kalau ia mengetahui sedikit saja, niscaya ia tak pergi bersama lelaki itu.
Maka mereka pun berangkat berdua hingga melaksanakan haji dan pulang kembali. Masing-masing dari keduanya sampai tidak menyadari bahwa mereka memiliki saudara lain selain sahabat yang menemani mereka. Setelah tiba, aku menyalami lelaki tetanggaku itu.

Ia pun berkata: ‘Semoga Allah memberimu pahala kebajikan atas saranmu kepadaku. Tak kusangka, bahwa diantara manusia sekarang ini ada juga yang seperti Abu Bakar. Demi Allah, ia membiayai kebutuhan kami, sementara ia orang miskin, aku justru orang kaya. Beliau sudi melayani diriku, padahal beliau sudah tua dan lemah sedangkan aku masih muda dan kuat. Beliau juga memasak untukku, padahal beliau berpuasa sementara aku tidak.’

Aku(perawi) bertanya: ‘Bagaimana soal tangisan panjangnya yang tidak engkau sukai?’
Lelaki itu menjawab: ‘Akhirnya aku terbiasa dengan tangisan itu. Demi Allah, hatiku merasa senang, sampai-sampai aku turut menangis bersamanya, sehingga orang-orang yang bersama kami merasa terganggu. Namun kemudian demi Allah, mereka pun akhirnya terbiasa. Mereka juga turut menangis, bila kami berdua menangis. Sebagian mereka bertanya kepada yang lain,’kenapa orang itu (Buhaim) lebih mudah menangis daripada kita, padahal jalan hidup kita dan dia sama?’ Mereka pun akhirnya menangis, sebagaimana kami juga menangis.’

Perawi melanjutkan, ‘Kemudian aku keluar dari rumah lelaki itu untuk menemui Buhaim.
Aku bertanya kepadanya setelah terlebih dahulu memberi salam: ‘bagaimana tentang teman berpergianmu?’
Beliau menjawab: ‘Sungguh teman yang terbaik. Ia banyak berdzikir, banyak membaca dan mempelajari Al-Quran, mudah menangis dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Semoga Allah memberimu pahala kebajikan atas saranmu’.”

(Shifat Ash-Shafwah,3/179-182.)
Sumber: Disalin ulang oleh al Akh Abu Abdillah Huda dari buku “Meneladani Akhlak Generasi Terbaik”, Abdul Aziz bin Nashir al-Julayyil & Baha’uddin bin Fatih Uqail, Penerbit Darul Haq.